OPINI  

Abrasi Kemerdekaan Pers, Membuat Narasi Tak Bertaring Seperti Penulis Kehabisan Tinta, Tiga Tahun Kedepan Bisa Menulis Tapi Tak Terbaca

OPINI . JABAR.KABARDAERAH.COM — Upaya Dewan Pers dan konstituen untuk me-reformulasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak membuahkan hasil yang memadai.

Ujung dari perjuangan insan pers adalah diberlakukannya KUHP tanpa mengintegrasikan masukan yang disampaikan Dewan Pers. Ayat-ayat RKUHP yang dianggap bermasalah dan berpotensi mengancam kemerdekaan pers tidak mengalami perubahan hingga akhirnya disahkan.

Pers di BUNGKAM

Meski DPR dan Pemerintah Satu suara mengatakan masukan Dewan Pers dan Konstituen telah diakomodasi dalam penjelasan pasal. Dengan kata lain, kritik dan masukan semua komponen insan pers atas ayat-ayat itu seolah hanya lewat saja tanpa terserap. Sudah barang tentu insan pers banyak yang kecewa dengan fakta tersebut.

Dari hasil kajian Dewan Pers, setidaknya terdapat 17 pasal dari 11 Cluster RKUHP yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers. Gangguan, apalagi ancaman, kemerdekaan pers, merupakan bagian penting atas hak dasar setiap orang dalam berekspresi, hak yang bersifat substantif. Dalam UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, jelas ditegaskan, bahwa salah satu fungsi utama Dewan Pers adalah menjaga kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain.

Kemerdekaan pers adalah hulu dan pilar demokrasi. Dengan kemerdekaan pers akan lahir pers yang independen, profesional, kompeten, dan jujur. Amanat UU Pers jelas membuat tidak ada pilihan lain bagi Dewan Pers kecuali terus memperjuangkan kemerdekaan pers bersama konstituen. Tinta hitam kemerdekaan pers bertambah lagi dengan terungkapnya kasus seorang
intel polisi yang menjadi kontributor TVRI di Blora, Jawa Tengah, selama 14 tahun.

Paling tidak ada dua ‘kesalahan’ mendasar jika seorang intel menjadi wartawan, apa pun status wartawan tersebut. Madya, ada campur tangan pihak lain (intel) dalam pelaksanaan kemerdekaan pers. Kedua, Kode Etik Jurnalistik (KEJ) jelas menyatakan, bahwa wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Menyalahgunakan profesi bermakna mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas, sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. Seorang intel jelas akan mencari info di balik berita untuk kepentingan instansinya.

Belum lagi intel kepolisian tersebut juga menjadi anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan telah lulus menjalani uji kompetensi wartawan (UKW). Setiap anggota PWI yang ikut uji kompetensi harus menandatangani surat pernyataan yang isinya antara lain wartawan tersebut tidak menjadi bagian dari humas pemerintah, partai politik, PNS/ASN, serta TNI/Polri dan siap dicabut sertifikat kompetensi wartawannya.

Dengan demikian, intel tersebut jelas membuat pernyataan bohong. Adanya pelbagai fakta seperti itu, termasuk kasus kekerasan terhadap wartawan yang juga belum reda, Dewan Pers berkomitmen untuk bersama-sama konstituen memperjuangkan dan menjaga kemerdekaan pers.Selain itu menjaga independensi dan profesionalisme pers juga tetap akan menjadi prioritas Dewan Pers.

Berikut ini adalah jejak Dewan Pers sepanjang 2022 dalam menjaga independensi, kemerdekaan pers, profesionalisme, dan perlindungan pada insan pers.

1. Bersama konstituen meminta masukan para pakar hukum untuk menyusun reformulasi 17 pasal RKUHP yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers. Dewan Pers beraudiensi dengan Wamenkumham, Edward Omar Sharif Hiariej, dan Menko Polhukam, Moh Mahfud Md, untuk memberi masukan RKUHP. Menyerahkan reformulasi 17 pasal RKUHP ke semua fraksi di Komisi III DPR dan rapat dengar pendapat umum dengan Komisi III DPR tentang RKUHP. Tetapi setelah ditetapkan menjadi KUHP, dari masukan 17 pasal, hanya satu pasal yang disinggung dalam penjelasan KUHP, tanpa terlebih dahulu memberikan respon atas masukan-masukan yang disampaikan Dewan Pers.

2. Membuat perjanjian kerja sama dengan Polri dalam menyelesaikan setiap sengketa pemberitaan melalui mekanisme UU No 40 tahun 1999 tentang Pers. Jika sengketa itu tidak masuk ranah jurnalistik, maka kasusnya akan dilimpahkan ke Polri.

3. Dewan Pers melakukan survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) untuk 2022. Hasilnya, IKP 2022 mencapai 77,88 yang artinya kemerdekaan pers cukup bagus. Meski demikian, Dewan Pers menyayangkan masih cukup banyaknya
(55 kasus di 19 provinsi) kasus kekerasan terhadap jurnalis.

4. Selama 2022, ada 663 kasus pengaduan pemberitaan ke Dewan Pers. Dengan target penyelesaian 90%, sebanyak 663 kasus (95,9%) bisa terselesaikan dan 28 kasus lain dalam proses penyelesaian.

5. Dewan Pers juga melakukan verifikasi terhadap media yang mendaftarkan diri,
melalui tahapan Verifikasi Administrasi dan Verifikasi Faktual.

Dalam tahapan verifikasi administrasi, tercatat sebanyak 296 media diperiksa, dan 170 diantaranya dilakukan pemeriksaan ulang (revermin), dengan hasil akhir 66 Terverifikasi Administratif (hingga 28 Desember 2022). Dalam tahapan verifikasi faktual, 326 media dilakukan verifikasi faktual/virtual; ditambah 162 reaudit pasca verifikasi faktual sebelumnya. Dari tahapan ini, sampai dengan 28 Desember 2022 sebanyak 98 media dinyatakan terverifikasi.

Media yang masih belum selesai pada dua tahapan tersebut masuk dalam program-program pendampingan. Media yang mengajukan diri untuk diverifikasi, kebanyakan mengalami kendala dalam hal pemenuhan persyaratan administrasi. Selain itu,
sebelumnya belum ada prosedur standar pelaksanaan verifikasi. Untuk itu Dewan Pers telah membuat prosedur standar operasi (PSO) untuk verifikasi faktual dan pendampingan.

6. Dewan Pers memenangkan gugatan Dewan Pers Indonesia dan para pihak atas uji materiil UU Pers dan keberadaan Dewan Pers dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK). MK menyatakan gugatan itu ditolak seluruhnya dan putusan tersebut bersifat final serta mengikat.

7. Selama 2022, ada 663 kasus pengaduan pemberitaan ke Dewan Pers. Dengan target penyelesaian 90%, sebanyak 663 kasus (95,9%) bisa terselesaikan dan 28 kasus lain dalam proses penyelesaian.

8. Kali kedua Dewan Pers mengadakan Anugerah Dewan Pers dan menetapkan pemenang untuk dua kategori dengan hasil sebagai berikut:

a. Kategori Karya Jurnalistik Cetak:

Agung Sedayu dan Tim dari Majalah Tempo dengan karya “Mudarat Pengadaan Darurat”.

Siber: Ahmad Thovan Sugandi dari Detik.com dengan karya “Korban Bechi: Disiksa, Diperkosa, Disekap, Dituduh PKI”.

Radio: Ardi dari RRI Merauke dengan karya “Membalut Luka di Tanah
Papua”.

TV: Riandi Akbar dan Tim dari DAAI TV dengan karya “Melawan Sesak”.

Foto: Heru Sri Kumoro dari Harian Kompas dengan karya “Fenomena Badut
Jalanan”.

b. Kategori Media/perusahaan pers

Jumlah karyawan kurang dari 100 orang: Majalah Tempo.

Jumlah karyawan lebih dari 100 orang: Kompas TV.

9. Dewan Pers juga terus melakukan program digitalisasi pada sejumlah layanannya, termasuk memperkuat performa situs web Dewan Pers. Tujuannya untuk pengayaan data jurnalis yang bersertifikat, data perusahaan/media terverifikasi, proses pengaduan, dan lain-lain. Pada intinya, pihak pemilik akun yang bersangkutan nantinya akan diberi password dan secara otomatis bisa menambahkan sendiri informasi yang dipandang perlu dalam konten akunnya.

Memasuki Tahun Politik 2023, Dewan Pers mengingatkan kepada para jurnalis dan pengelola perusahaan pers, agar senantiasa menjaga independensi pers dan memperkuat kualitas jurnalisme, dalam rangka menegakkan kemerdekaan pers.

Mari kita rawat, jaga, dan perjuangkan bersama kemerdekaan pers demi peningkatan kualitas pers nasional dan kemajuan peradaban bangsa. Semoga sukses untuk pers nasional kita. Terima kasih atas perhatian rekan-rekan insan pers.
(Iman Santoso).