Diduga PLN Up3 Garut Tabrak Aturan Pengadaan Barang dan Jasa

JABAR.KABARDAERAH.COM . GARUT – PLN UP3 Garut diduga kuat telah menabrak aturan pengadaan barang dan jasa Pemerintah. Indikasi ini bisa dilihat pada pengadaan langsung dua alat telekomunikasi Repeater link oleh vendor yang yang berinisial PT. PNM.

Dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) di duga ada dugaan mark up yang dilakukan pihak panitia dalam penyusunan harga. Ini terbukti harga yang di tentukan panitia pengadaan lebih mahal dibandingkan dengan harga di pasaran. Harga Repeater Link merk motorola di pasaran sekitar Rp. 36 jt/set, tetapi oleh panitia dalam SPK di buat Rp. 55 jt/set sesuai dengan harga penawaran salah satu toko. Seharusnya pihak panitia kalau memang gelap dalam masalah harga, atau tidak tahu harga, berupaya melakukan permintaan informasi harga kepada Toko penyedia alat tersebut, dan sekurang-kurangnya tiga toko sebagai pembanding, kalau hanya satu toko mana bisa di bandingkan.

Yang lebih aneh lagi, harga di SPK sama dengan harga yang di tawarkan toko sebesar Rp. 55 jt /set. Terus darimana vendor dapat untung kalau harga di SPK sama dengan harga penawaran toko? Aturan di PLN biaya Risk Overhead Keuntungan (ROK) maksimal 10% untuk barang pecah, dan untuk barang seperti ini hanya 7%, jelas sumber yang namanya tidak mau di sebutkan.

Masih menurut sumber, begitupun dengan pengadaan Jasa yang dilakukan oleh vendor yang berinisial PT. ANR.

Dari Hasil Rekontruksi, vendor tersebut tidak memiliki serifikat kompetisi (Serkom), tetapi aneh bisa mendapatkan pekerjaan pengadaan jasa, di sinyalir vendor tesebut diatas meminjam serkom milik vendor yang lain. Ini bertentangan dengan UU No. 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan. Pada pasal 44 poin 6, tercantum bahwa setiap tenaga teknik dalam usaha ketenagalistrikan wajib memiliki sertifikat kompetensi, begitupun dengan usaha penunjang diatur dalam pasal 8 huruf b, pasal 15 Huruf a, dan sangsinya di atur dalam pasal 53, bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan usaha jasa penunjang tenaga listrik tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak dua miliar.
Tetapi aturan itu seolah tidak ada bagi panitia pengadaan, buktinya walaupun sangsi denda dan pidana ada, mereka jalan terus menabrak aturan tersebut seolah-olah kebal aturan hukum, jelasnya.

Dihubungi secara terpisah Selasa (16/11/21), pihak panitia pengadaan tidak ada di tempat dan hanya diterima oleh Humas Saudara Yudi dan Agus yang didampingi User Said. Sedangkan terkait permasalahan yang akan di konfirmasikan Beliau menyarankan langsung ke bagian pengadaan barang dan jasa Saudara Parade, dan mereka menjanjikan jam 13. 00 bertemu dengan orang yang bersangkutan sesuai whatshapp (WA) yang di kirim Parade ke Hand phone Bagian Humas Saudara Yudi. Namun pertemuan tersebut di batalkan karena ada kesibukan yang tidak bisa di tinggalkan dan pertemuan di undur ke hari Rabu.

pada hari dan jam yang sama, pembatalan tersebut juga disampaikan pula oleh SATPAM PLN, seakan terkesan harus adanya satu pengamanan.
Namun pihak Media (kabar Daerah ) tetap berprasangka baik.

Hari Rabu tanggal (17/11/21) berusaha datang tepat waktu. Lagi-lagi pihak Media di beritahukan oleh SATPAM, bahwa untuk pertemuan dengan bagian pengadaan hanya bisa masuk satu orang saja.

Pertemuan dengan Parade selaku bagian pengadaan, hanya berjalan kurang lebih lima menit itu pun berlangsung di ruang tunggu. Rekan Media Kabar daerah menyodorkan beberapa pertanyaan seputar pengadaan alat komunikasi yang belum lama ini di beli melalui jasa vendor atau pun pihak rekanan (PT).

Selain itu, juga mempertanyakan aturan pengadaan barang dan jasa yang bertentangan dengan regulasi yang ada, mulai Serkom (sertifikat Kompetensi ) vendor itu sendiri sampai ke masalah pagu atau harga beli per unit alat komunikasi tersebut.

Pihak PLN yang di wakili Parade, tidak bisa memberikan jawaban dengan alasan rahasia jabatan, dan kalaupun itu di perlukan harus mempunyai surat ijin, kata Parade.

Lantas dari mana surat ijin yang Parade maksud untuk pihak Media mendapatkannya? Beliau tidak memberikan jawaban pula,
begitupun ketika ditanya mengenai Serkom vendor pemenang penyedia jasa yang terindikasi diragukan, Parade malah meminta untuk menunjukan bukti dugaan tersebut.

“Bapa ini keperluannya apa? Toh kalau mau menyelidiki kantor saya tolong surat ijinnya, dan saya tidak bisa memberikan jawaban terkait yang bapak tanyakan, itu menyangkut rahasia jabatan,” tandasnya.

” Saya wartawan Pak, selaku kontrol sosial, dan perlu mempublikasikan apa yang didengar diketahui dan di lihat itu pun perlu adanya konfirmasi, kan’ biar jelas, biar beritanya tidak berdasarkan opini dan salah narasi, media dilindungi dengan undang undang PERS no 40 th 1999 dan UU NO 14 th 2008 tentang informasi keterbukaan publik, jadi masyarakat wajib tahu apa dan bagai mana tentang pengelolaan BUMN ini misalnya,” tegas rekan Media.

“Oh iya, dan saya juga dilindungi oleh KUHP Tentang rahasia jabatan,” pungkas Parade.

Didit/Sep ST