OPINI  

Euforia Bicara Monopoli Akibat Conflict Of Interest PT. AAM PRIMA ARTHA Pada Program BPNT Di Prov. Banten

JABAR.KABARDAERAH.COM. KABUPATEN LEBAK – Kamis, 23 Juli 2020.

Oleh : Musa Weliansyah

Dulu pernah ada Program Raskin (Beras Masyrakat Miskin) yang diubah menjadi Beras Sejahtera (Rastra) dan selanjutnya berganti model menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Pada kurun tahun 2019 untuk Provinsi Banten baru bisa melaksanakan program BPNT dengan nilai bantuan sebesar Rp. 110.000 per keluarga penerima manfaat (KPM), kemudian pada Januari 2020 BPNT berubah nama menjadi Bantuan Sosial Pangan (BSP).

Guna mencegah stanting, nilai bantuan program BSP pun mengalami peningkatan menjadi Rp. 150.000/KPM. Untuk 555.292. KPM Se-Provinsi Banten. Namun baru berjalan dua bulan tepatnya pada akhir Februari tahun 2020 dunia digegerkan dengan adanya bencana non alam yaitu penyebaran Virus Covid-19 di seluruh Dunia dan untuk upaya pencegahan pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya salah satunya untuk meningkatkan daya tahan tubuh masyarakat yang kurang mampu, supaya terpenuhinya asupan gizi yang baik, terutama keluarga penerima manfaat program bantuan sosial penanganan fakir miskin seperti BPNT.

Akhirnya pemerintah kembali menaikan nilai bantuan tersebut menjadi Rp. 200.000/KPM terhitung mulai bulan Maret hingga Agustus 2020, sehingga komodity yang diterima keluarga penerima manfaat bisa bertambah hingga empat komodity dari agen BPNT atau e-WARONG yang telah tersedia di masing-masing desa setiap tanggal 5-10 pada tiap bulannya, dengan membawa Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). KPM yang memiliki KKS ini adalah mereka yang menjadi penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan KPM penerima program bantuan sosial BPNT atau BSP yang namnya tercatan pada Basis Data Terpadu (BDT) atau Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Dalam perjalanan penyaluran BSP ke tiap KPM ini kerap menimbulkan gesekan dan ragam kritik sosial, terlebih soal gesekan kepentingan yang bermain dengan memanfaatkan peluang bisnis menggiurkan pada program ini, bermunculanya supplier-supplier yang lincah memainkan trik berburu usaha berlebel program hingga ketingkat dugaan hegemoni usaha.

Bak singa yang berburu rusa jinak di padang sabana, sehinga banyak kejangalan usaha kurang sehat, sempat ada intimidasi untuk TKSK di Lebak Selatan. Terkait ini media massa di Banten banyak mengabarkan temuan yang terkesan adanya pengiringan pemaksaan hegemoni pasar, mulai dari monopoli supplier, bermunculan agen BPNT dadakan hinga agen siluman, adanya dugaan konspirasi terselubung antara aparat desa bersama supplier dan agen/e-Warong dengan TKSK. Juga banyak ditemukan komodity yang dikirim supplier tidak layak konsumsi, sembako datang terlambat, KPM dipaksa menerima komodity paket, tidak sesuai dengan harga pasar, beras medium harga premium, hinga pemberian telur infertil kepada KPM. Inilah problema yang banyak ditemukan di lapangan khususnya diwilayah kerja legislasi saya di Kabupaten Lebak.

Adanya keterlibatan Ketua PSM Kota Tangerang yang juga Ketua FORNAS TKSK pada salah satu Perusahaan Terbatas yang bergerak dibidang pengadaan komodity pada program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) pada tahun 2019 yang kini menjadi Bantuan Sosial Pangan (BSP) 2020.

Keterlibatan Dani Samiun, SH yang menjadi wakil direktur PT. AAM PRIMA ARTHA mendorong Program ini pada Konflik Kepentingan yang berpotensi terjadinya KKN hingga ketingkat E-Warung, dengan kepiawaian sosok TKSK Jati Uwung yang juga pernah menjadi ketua forum TKSK Prov. Banten.

Bukan hanya terjadi conflict of interest namun terjadinya praktek Monopoli yang dilakukan oleh PT. AAM PRIMA ARTHA di Kab. Lebak pada tahun 2019-2020 yang mana Perusahaan yang dikendalikan ketua Forum Nasional TKSK ini sangat mudah melancarkan kegiatan bisnis komodity dengan melibatkan para TKSK ditingkat kecamatan, sehinga mengumpulkan 403 Agen BPNT di Kab. Lebak tidak memerlukan waktu lama dan mereka didorong dengan MOU dalam jangka waktu hinga akhir desember 2019 dan diperpanjang kembali pada tahun 2020.

Praktek Monopoli juga terjadi di Kab. Serang hinga sekarang dan Pandeglang 2019 hinga awal tahun 2020, dengan adanya MOU maka seluruh agen terjadi pemaketan dan lahirnya Agen BPNT calo dan Supplier-Supplier calo dari berbagai kalangan (Oknum Kades, Tksk, Ormas, Lsm Hinga Oknum Wartawan) bahkan tidak tertutup kemungkinan adanya keterlibatan para oknum pejabat di Dinas Sosial Kabupaten atau Kota.

Kegiatan bisnis sembako perogram BPNT ini dikuasai PT. AAM PRIMA ARTHA bukan hanya terjadi pada beberapa kabupaten atau kota di Prov Banten, tapi terjadi juga di beberapa kabupaten atau kota di Jawa Barat Seperti di Bogor.

Kelancaran bisnis sembako yang didalamnya ada petingi TKSK ini kerap kali mendapat dukungan yang sangat serius dari oknum pejabat ditingkat kabupaten atau kota seperti yang terjadi di Kab. Lebak PT. AAM PRIMA ARTHA Memakai Gudang Rice Miling Plan Milik Pemda Lebak dibawah pertangungjawaban Dinas Perindustrian dan Perdagangan dengan dalih sewa, namun tanpa dasar dan aturan yang jelas harga sewapun sangat murah.

Conflict Of Interest berujung Intimidasi
Pada Oktober 2019 di Kab Lebak ada sekitar lima Kecamatan dengan total 63 Agen yaitu Kecamatan Cihara, Pangarangan, Bayah, Cibeber dan Kec. Cilograng yang didorong oleh para TKSK memutuskan untuk pindah supplier ke perusahaan lain karena adanya ketidak sepahaman dengan managemen PT. AAM PRIMA ARTHA walau mereka tahu didalamnya ada Sosok Ketua Fornas TKSK yang sangat mereka kenal.

Akhirnya pada bulan November 2019 semua agen BPNT tersebut pindah kepada PT. KenziOne namun pada saat itu terjadi ke lima TKSK tersebut harus berurusan dengan hukum dan akhirnya diperiksa di unit Tipikor Polres Lebak Entah apa yang menjadi Motif penyelidikanya.

Dan akhirnya mendapatkan intimidasi hingga dihadapkan dengan salah satu ketua ormas yang dihadiri Direktur dan Wakil Direktur PT. AAM PRIMA ARTHA karena masih dalam ikatan perjanjian atau MOU hingga bulan Desember Th 2019, pada bulan Desember akhirnya semua agen di lima kecamatan tersebut kembali lagi kepada PT. AAM PRIMA ARTHA.

Bukti Monopoli tersebut sangatlah nampak dan bukan menjadi rahasia umum bahkan diketahui oleh pejabat dinas sosial kabupaten Lebak begitu pula dengan pejabat dinas sosial Kabupaten yang lainya.

Namun pada bulan januari Tahun 2020 kelima kecamatan tersebut tetap memutuskan untuk keluar dan pindah pada supplier lain yaitu CV. ASTAN yang merupakan salah satu Supplier yang dibentuk setelah adanya perogram BPNT dan beralamat di Kec. Cihara, Kab. Lebak hinga bulan Mei ada sekitar 59 Agen yang Mou dengan Cv. astan dua Agen PT. Bulog yaitu RPK Desa Pondok Panjang dan RPK desa Barunai, Dua Agen Mandiri yaitu e-Warong desa desa Ciparahu dan Desa Cihara.

Pada bulan juni di Kec. Bayah ada dua agen yang ikut mandiri yaitu Agen BPNT desa Bayah Barat dan Agen BPNT desa Bayah Timur, dan pada bulan Juni bertambah kembali ada tujuh agen yang mandiri di Kec. Bayah.

Total agen yang mandiri di lima kecamatan ini per juli 2020 menjadi sembilan Agen BPNT. Tiga Supplier dan agen Mandiri PT. AAM PRIMA ARTHA Masih menguasai diatas 50% Agen BPNT hinga saat ini dari total sejumlah 403 Agen di kabupaten Lebak. Lain halnya dengan Kab. Serang berdasarkan hasil informasi seluruhnya dari total 200 Agen BPNT yang tersebar di 29 Kecamatan dikuasai oleh PT. AAM PRIMA ARTHA dari Th 2019 hingga sekarang.

Di Kabupaten pandeglang dari total 337 agen BPNT Th 2019 yang tersebar di 35 Kecamatan dikuasai PT. AAM PERIMA ARTHA sebanyak 240 Agen yang tersebar di 25 Kecamatan atau diatas 70% dan sisanya sebanyak 97 Agen yang tersebar di 11 Kecamatan oleh PT. KenziOne dan pada Th 2020 ada Tiga supplier yaitu bertambahnya supplier comodity program sembako milik Pemda kabupaten pandeglang yaitu PD. BERKAH, berdasarkan hasil Beauty Contest namun jumlah agen BPNT diatas 60% masih dikuasai PT. AAM PRIMA ARTHA Karena Agen Terikat oleh MOU.

TERJADINYA PEMAKETAN SEMBAKO MELANGAR PEDOMAN UMUM

Akibat adanya MOU antara pihak supplier dengan e-WARONG seluruh agen melakukan pemaketan sembako, bukan sesuai pesanan KPM di masing-masing agen sehinga KPM tidak bisa menentukan kebutuhan pokok sesuai yang diinginkannya, mereka harus menerima komodity yang sudah dikemas oleh agen BPNT seperti 10 kg Beras, 15 butir Telur, 1/4 kacang Hijau, satu ekor ayam broiller hidup/beku, Satu bungkus sayuran atau buah-buahan untuk paket BSP Rp. 200.000/KPM.

Apabila diuangkan harga yang dijual agen BPNT yang MOU dengan semua supplier baik PT. AAM PRIMA ARTHA, PT. KENZIONE, CV. ASTAN, PANDEGLANG BERKAH MANDIRI (PD BERKAH), dan BULOG semua komidity diatas harga pasar seperti telur Rata-rata diberi harga Rp 29.000/15 Butir, Beras Rp. 11.99/kg, Kacang Hijau Rp. 26.000/kg, Ayah broiller Hidup Rp. 32.000/kg, Ayam Broiller beku Rp. 39.000/kg begitu pula dengan Tempe, Tahu, Sayuran dan Buah-Buahan semua harga diatas harga pasar.

TIDAK TERLAKSANANYA PRINSIF 6 T PEROGRAM BPNT

Perogram Bantuan Pangan Non Tunai semestinya mengedepankan “ Prinsif 6 T “ Namun kenyataannya kerap kali terjadi keterlambatan diatas tanggal 10 setiap bulannya bahkan sering terjadi melewati pertengahan bulan hinga tanggal 18-20 pada setiap bulan, Komodity busuk tidak layak konsumsi, hingga penjualan telur infertir (HE) terjadi pada agen BPNT yang MOU dengan supplier PT. AAM PRIMA ARTHA yang ditemukan di Kabupaten Lebak dan Pandeglang, Harga Beras Premium namun kenyataanya KPM menerima beras Medium atau beras IR lokal yang harga pasar cuma Rp. 9.000-10.000/kg.

Ini sudah sangat jelas adanya upaya memanfaatkan program fakir miskin untuk memperkaya diri sendiri, Kelompok dan golongan tanpa mengedepankan azas keadilan dan sangat merugikan masyarakat miskin penerima manfaat serta diduga mengakibatkan kerugian negara diatas Rp. 2 Miliar sampai 3. Miliar setiap bulannya di setiap kabupaten dengan pola mark Up harga sembako seperti beras medium dijual harga premium persoalan tersebut terjadi dan dikakukan oleh hampir semua agen BPNT yg MOU dengan supplier.

Beda halnya dengan beberapa agen mandiri yang menjual beras Rp. 10.000/kg padahal sumber dan kualitas beras sama, begitu puka pada harga sembako lainya jauh terjadi perbedaan dan mereka kebih memperdayakan pengusaha lokal yang ada di desa masing-masing, kendati ada juga e-WARONG mandiri cuma kedok saja padahal mereka masih bekerjasam dengan supplier sehinga menjual komodity diatas harga pasar sesuai dengan e-WARONG lainnya.

KETERLIBATAN TKSK DAN AKSI PEMBIARAN

Tenaga Kesejahtraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang sekaligus sebagi Pendamping Sosial Bahan Pangan Kecamatan (PSBK) harusnya menjadi lokomotif didalam melakukan pendampingan dan membimbing para agen BPNT di kecamatan masing-masing namun malah kebalikannya kebanyakan mereka seakan masa bodo komodity apa?, sumbernya? dari mana?, kualitasnya bagaimana dan berapa harganya? persoalan ini diduga kuat akibat comflict of interest terlebih adanya keterlibatan ketua fornas TKSK yang menjadi wakil Direktur PT. AAM PRIMA ARTHA. Bahkan di Kabupaten Lebak adanya indikasi pemberian Jatah Bulanan yag diterima oleh para oknum TKSK sebesar Rp. 2.500.000,- dari PT. APA. Dan ini bisa saja terjadi di Kabupaten Lainnya, seperti Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, dan Kota Tangerang.

Selaku wakil rakyat tidak jarang saya memberikan saran, masukan dan teguran baik kepada TKSK maupun agen BPNT atas temuan-temuan di lapangan dan pengaduan dari KPM namun selalu diabaikan, pengaduan juga kerap datng dari agen yang ingin mandiri namun selalu diintimidasi dan ditakut-takuti agar mereka tetap bekerjasama dengan supplier tersebut sesuai MOU.

MONOPOLI ERAT KAITANYA DENGAN COMFLICT OF INTEREST

Program BPNT atau BSP sangat erat kaitanya antara monopoli dan konflik kepentingan alasannya adalah Agen BPNT didominasi pelaksana program Sosial seperti Oknum Perangkat Desa, Kepala Desa, Istri Kades, Anak kepala Desa, Istri Prades, Keluarga Kades dan Prades, Pendamping PKH, Pendamping Desa, oknum PNS dan Istri PNS.
Bukan Hanya sebatas menjadi agen tidak sedikit oknum Kepala Desa, Prades, TKSK yang direkrut menjadi penyedia atau supplier komodity Oleh PT. APA.
Agen BPNT MOU dengan PT. APA seharusnya mereka terima komodity langsung sesuai PO dan kesepakatan, namun kenyatannya PT. APA seringkali menyuruh orang ke tiga untuk memenuhi pesanan sembako agen tersebut, namun agen diwajibkan menjual kebutuhan pokok tersebut sesuai dengan harga yang telah ditentukan oleh PT. AAM PRIMA ARTHA yang berlaku pada seluruh agen yang melakukan MOU dengan perusahaan tersebut.

Nantinya agen terima keuntungan Rp. 9000/kpm s/d Rp. 13.000/kpm tergantung kesepakatan itupun diluar keuntungan bisnis komodity seperti beras, telur, ayam, kacang hijau, buah-buahan dan sayuran bagi agen BPNT yang ikut menyediakan atau menyuplai bahan pokok kepada agen-agen lainnya.

Ada beberapa oknum kades yang juga sebagai agen BPNT menjadi penyuplai beras dan telur serta komodity lainya kepada PT. APA, yang dibeli dari para pengusaha lokal di wilayahnya seharga Rp. 8.300/kg kemudian dijual ke PT AAM PRIMA ARTHA dengan harga rata-rata Rp. 9.000/kg dengan mengunakan kemasan yang disiapkan oleh PT. APA tersebut yaitu Cahaya Berkah (CB), tanpa dilakukan uji mutu, kandungan kadar air, derajat sosoh, dll. karena beras tersebut dari pengolahan (pengilingan) langsung dikirim kepada masing-masing agen Dan beras dihasilkan dari varietas padi campuran yang dibeli dari para petani langsung serta para pengepul padi kering.

Dari selisih harga pembelian dan penjualan kepada KPM inilah keuntungan dari beras sebesar Rp. 2.900/kg yang PT. APA dan supplier lain terima, belum termasuk keuntungan dari komodity lainya yang mengambil keuntungan diluar batas kewajaran seperti kacang hijau lokal yang dibeli dengan harga Rp. 18.000/kg namun dijual oleh agen BPNT kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) seharga Rp. 26.000/kg nya.

Persoalan lebih serius terjadi hampir pada semua agen BPNT yang mana agen tindak mengumumkan secara transparan daftar penerima BPNT, sehari-hari mereka tidak menjual kebutuhan pokok seperti beras, telur, sayuran dll namun mereka hanya buka pada saat penyaluran program BPNT apabila paket komodity sudah dikirim supplier setiap satu bulan sekali, KPM tidak menerima struk atau nota pembelanjaan yang mencantumkan nilai harga satuan dan volume , akibat sistem paket kebanyakan agen tidak melakukan penimbangan terhadap komodity yang diberikan kepada KPM Sehinga kekurangan Volume sering terjadi, harusnya beras 10 kg terkadang ada 9 kg, telur hanya 0,9 kg. Bahkan untuk ayam hidup masing-masing KPM Menerima bobot yang berbeda-beda.
Penulis menyimpulkan apabila persoalan ini terus dibiarkan maka secara tidak langsung perogram BPNT atau BSP mendidik para pelaksana perogram hinga tim koordinasi tingkat desa untuk berprikaku koruptif dan menjadikan perogram sosial penanganan fakir miskin ini menjadi ajang bisni, mencari keuntungan pribadi dan memperkaya diri sendiri,kelompok dan golongan serta akan terus menjadi conflict of interest yang berpotensi terjadinya KKN hinga tingkat e-Warong.

Dan ini merupakan bentuk pelangaran dan penghianatan terhadap Undang-Undang No 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin serta mencedrai PANCASILA dan UUD 1945, Bahkan sangat bertentangan dengan ajaran Agama manapun yang berada di NKRI.

Untuk itu Penulis Berharap Agar Ketua, Wakil Ketua dan seluruh Angota TIM PENGENDALI PEROGRAM BPNT DAN BSP :

1. Koordinator bidang pembangunan manusia dan kebudayaan selaku Ketua
2. Mentri Perencanan Pembangunan Nasional atau Kepala Bapenas selaku wakil Ketua
3.Sekertaris Eksekutif Tim Nasional percepatanpenangulanganKemiskinan (Tnp2k).

Serta Para Angota TIM PENGENDALI PEROGRAM SEMBAKO :

1. Mendagri RI
2. Kemensos RI
3. Mendikbud RI
4. Mentri Agama RI
5. Mentri ESDM
6. Menku RI
7. Mentri Perdagangan
8. Mentri Pertanian
9. Menkumham RI
10. Menkominfo RI
11. Mentri BUMN
12. Mentri Ruset Teknilogi dan Pendidikan Tingi
13. Mensesneg RI
14. Sekertari Kabinet
15. Kepala BPS
16. Kepala Staf Kepresidenan
17. Gubernur BI
18. Ketua Dewan Komisioner OJK.

Untuk segera melakukan evaluasi dan mengkaji kembali perogram BSP ini karena penulis berpendapat dengan program sembako kurang tepat dan hanya dijadikan ajang kepentingan bisnis oknum-oknum yang tidak bertangungjawab dan hanya akan melahirksn prilaku-prilaku koruptif, ini jauh lebih buruk dari program raskin dan rastra kedepannya, penulis berharap agar program ini diganti dengan uang Tunai melalui Rekening KPM seperti PKH dan KPM agar bisa dibelanjakan komodity yang sesuai kebutuhanya pada warung tetangga, tentunya ini jauh lebih efektif serta meningkatkan pedapatan pengusaha kecil di tingkat desa sebagai upaya pemerintah dalam mengurangi angka kemiskinan, hal ini jauh akan lebih efektif dan berhasil, program penanganan fakir miskin akan betul-betul bisa dirasakan Keluarga penerima manfaat atau KPM.

Kepada Aparatur penegak HUKUM Penulis Berharap :

1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
2. Kepala Kepolisian Republik Indonesia (KAPOLRI)
3. Kepala Kejaksan Agung RI (KAGUNG).

Agar segera melakukan koordinasi dan melakukan upaya penegakan hukum sesuain dengan kewenangan dan tingkatannya, mengusut tuntas siapapun yang terlibat dalam program sosial penanganan fakir miskin ini tanpa terkecuali jika ditemukan adanya keterlibatan oknum APH dari tingkat pusat hinga daerah.

Ini juga merupakan bentuk untuk penegakan keadilan Hukum karena yang menjadi korban adalah jutaan rakyat miskin.

Banten, 23 Juli 2020
Penulis Adalah :
Angota DPRD Kab. Lebak FRAKSI-PPP
Alamat : Kp. Ciapus Ds. Cipeucang RT. 12 RW. 04 Kec. Wanasalam Kab. Lebak kode pos 42396
Hp : 081316555558 – 085871555558

(Hodri/red)