OPINI  

Generasi Milenia dan Gen-Z Dilanda Liberalisasi, Bisakah Jadi Harapan Dimasa Depan ?

Oleh: Lela Nurlela S.Pd.I

JABAR.KABARDAERAH.COM . OPINI – Generasi Milenial adalah sebutan bagi mereka yang lahir pada 1981 hingga 1996. Sedangkan Generasi Z biasa disebut Gen-Z adalah sebutan bagi mereka yang lahir pada 1997 hingga 2012.

Dari hasil survey sepanjang Februari-September 2020 didapati jumlah Gen-Z mencapai 75,49 juta jiwa ataw setara 27,94 persen total populasi Indonesia yang berjumlah 270,2 juta jiwa. Sementara generasi Milenial mencapai 69,90 juta jiwa atau setara 25,87. Sedangkan generasi X yang lahir pada 1965-1980 sebanyak 21,88 persen dan generasi _post_ Gen Z atau yang lahir setelah 2013 (10,88 persen). Artinya penghuni negeri ini setengahnya lebih adalah Gen-Z dan generasi Milenial alias usia produktif (tempo.com).

Sebagai generasi di masa usia yang produktif harusnya bisa membawa perubahan untuk masa depan bangsa. Sebagaimana yang dinyatakan Ekonom Senior Rizal Ramli bahwa masa depan Indonesia ada di tangan Gen-Z.

Pertanyaannya kini, mampukah Gen-Z menjadi harapan bangsa di tengah arus liberalisasi dan kapitalisasi?.

Buruknya pengelolaan pendidikan saat pandemi membuat anak-anak hanya sibuk mengerjakan tugas dan berujung pada stres. Pelajarannya yang teoritis (tidak aplikatif) hanya memaksakan beban materi pada anak. Ditambah proses pendidikan yang hanya transfer ilmu bukan membentuk pemahaman, menyebabkan belajar menjadi sesuatu yang membosankan.

Gonta gantinya kurikulum pendidikan dan jenis ujian membuat peserta didik pusing hingga akhirnya meremehkan pendidikan.

Walhasil, para siswa lebih memilih beersenang-senang dengan beragamnya fitur yang ditawarkan. Gadget pun yang seharusnya menjadi wasilah untuk meraup ilmu malah dipakai untuk game online dan mengakses pornografi.

Sudah banyak kasus yang membuat generasi zaman Now melakukan seks bebas gara-gara melihat video porno. Rumah sakit jiwa pun akhir-akhir ini banyak yang pasiennya sakit gara-gara kecanduan game online dan mirisnya didominasi anak-anak. Anak-anak awalnya terpapar gadget lalu menyebabkan pembiasaan yang berakhir dengan kecanduan. Pandemi semakin memperparah kondisi tersebut.

Pengawasan keluarga yang minim pun semakin membuat anak-anak bebas tak terkendali. Fenomena anak kecanduan gawai saat ini sudah marak dan mengkhawatirkan. Mereka seolah tak bisa hidup tanpa gadget.

Generasi terus dijejali konten-konten yang mengajak kepada kebebasan bertingkahlaku. Bahkan bahayanya tidak berhenti pada si pelaku, tapi juga merembet pada kriminalitas yang merugikan banyak orang.

Lihatlah kasus pembobolan bank oleh Yane di Kalimantan Barat, motifnya hanya untuk meningkatkan peralatan perang di game online. Atau kasus pemerkosaan yang dilakukan pelajar akibat menonton video porno.

Indonesia yang sekuler, telah membuang jauh ajaran Islam dalam menyelesaikan aturan kehidupan. Bisnis haram bebas menggurita di setiap sudut kota dan desa. Mirisnya anak-anak Gen-Z turut menjadi pelanggan loyal yang memperbesar keuntungan Coorporasi.

Hasil survey Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak pada tahun 2018 menunjukkan sebanyak 97 persen dari 1.600 anak kelas 3 sampai 6 SD sudah terpapar pornografi secara langsung maupun tidak langsung.

Semakin menyedihkan, saat negara tak bisa berbuat apa-apa terhadap apa yang menimpa generasi. Padahal generasi adalah aset bangsa yang harus dijaga demi keberlangsungan negara. Sungguh sayang negara di bawah sistem kapitalisme telah menjadikan generasi hanya sebatas pasar yang menjanjikan keuntungan.

Islam adalah ajaran yang langsung bersumber dari penciptanya manusia, dengan sistem Islam yg komperhensif ini akan mampu menjadikan generasi sebagai harapan, bukan ancaman.

Penerapan Islam secara kaffah akan mendukung terciptanya generasi cemerlang. Keberhasilan mencetak generasi cemerlang bisa dilihat dari dua faktor.

Pertama, Pendidikan yang berlandaskan akidah Islam. Sehingga arah, tujuan, kurikulum dan metode penerapan kurikulumnya akan senantiasa mengacu kepada akidah Islam.

Kedua, sistem ekonomi Islam akan menciptakan atmosfer bisnis yang sesuai syariat dan akan menghilangkan bisnis hiburan yg berorientasi syahwat dan kesenangan duniawi semata.

Kedua faktor di atas tentu tidak bisa lepas dari peran penguasa yang amanah dan sistem pemerintahan yang berlandaskan Islam. Mustahil akan lahir generasi gemilang di tengah arus kapitalisasi dan liberalisasi.

Oleh karena itu sudah selayaknya kaum muslim bersegera mewujudkan tatanan kehidupan yang Islami. Agar terlahir darinya generasi yang siap membangun peradaban mulia.

Allahu A’lam

(red)