JABAR.KABARDAERAH.COM . BEKASI — Kekerasan, Intimidasi, dan Kriminalisasi pekerja jurnalis atau biasa orang memanggil Wartawan atau Pers. Seolah menjadi hal yang biasa di Negara Indonesia yang menganut asas Pancasila, Menjunjung Tinggi Hukum dan Demokrasi. Hal ini dapat kita lihat ada beberapa kasus hukum terkait adanya Intimidasi, Kekerasan sampai dengan Kriminalisasi Pekerja Pers seakan seperti di peti es kan oleh Aparat Penegak Hukum.
Dari mulai kasus Wartawan Fuad Muhammad Syafruddin (Udin), jurnalis Harian Bernas, adalah kasus pembunuhan yang belum terungkap hingga kini. Udin meninggal setelah dianiaya orang tak dikenal pada 13 Agustus 1996 dan ditemukan meninggal dunia pada 16 Agustus 1996. Diduga kuat, pembunuhan Udin terkait dengan tulisan-tulisannya yang kritis, khususnya mengenai korupsi dan dugaan penyalahgunaan kekuasaan. Lalu banyak lagi terakhir yang gempar adalah Pelecehan Wartawati Kabar Daerah Jawa Barat yang dilakukan oleh Oknum Kepala Desa di Kabupaten Bogor. Seolah diarahkan kedalam Peti Es, tanpa ada kepastian hukum kepada para korban dari Aparat Penegak Hukum.
Hal ini harus nya menjadi catatan tersendiri oleh Pemerintah bahwa keberadaan Dewan Pers dan Undang-undang Pers No. 40 tahun 1999 seolah hanya sebagai hiasan Hukum untuk pelengkap Indonesia sebagai Negara Demokrasi.

Yudiyantho P. Suteja yang merupakan Pimpinan Central Media Bangkit Group saat ditanya Wartawan terkait pendapatnya mengenai polemik tersebut menuturkan,” Memang kejadian-kejadian tersebut menjadi tamparan keras bagi Indonesia yang kata nya berasaskan Pancasila dan Hukum namun dalam kenyataannya Indonesia merupakan salahsatu negara tidak aman untuk insan Pers dalam melakukan pekerjaannya”.
” Seperti Kita sama-sama tau bahwa PBB memiliki beberapa deklarasi dan resolusi yang berkaitan dengan kebebasan pers dan hak asasi manusia, seperti:
1. *Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)*: Pasal 19 DUHAM menjamin hak atas kebebasan berekspresi, termasuk kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi.
2. *Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR)*: Pasal 19 ICCPR juga menjamin hak atas kebebasan berekspresi, termasuk kebebasan pers.
Meskipun tidak ada undang-undang pers dunia yang mengikat, PBB dan organisasi internasional lainnya terus mempromosikan dan melindungi kebebasan pers dan hak asasi manusia melalui berbagai cara, termasuk:
1. *UNESCO*: Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) memiliki program untuk mempromosikan kebebasan pers dan meningkatkan kapasitas jurnalistik.
2. *Laporan Kebebasan Pers*: PBB dan organisasi lainnya menerbitkan laporan tentang kebebasan pers di seluruh dunia, memantau situasi kebebasan pers, dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan.
Dengan demikian, PBB berperan penting dalam mempromosikan dan melindungi kebebasan pers, Jadi setingkat Perserikatan bangsa-bangsa sendiri sangat menghargai dan melindungi Pekerja Pers atau Jurnalis kenapa Indonesia sepertinya malah membiaskan apa yang sudah jadi ketentuan Undang-undang Pers,” tuturnya.
” Memang setiap profesi didalamnya pasti ada oknumnya, namun bila kembali kita baca dalam ketentuan UU Pers No 40 tahun 1999. Harusnya objek yang merasa dirugikan oleh suatu Pemberitaan di Media, seharusnya objek tersebut melaporkan hal ini ke Dewan Pers, sesuai termaktub dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 15 ayat (2) huruf d, disebutkan bahwa Dewan Pers memiliki fungsi untuk memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
Jika objek yang merasa dirugikan oleh pemberitaan media ingin melapor, mereka dapat mengikuti prosedur pengajuan hak jawab yang diatur dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab. Berikut adalah langkah-langkahnya ¹ ²:
– *Pengajuan Hak Jawab*: Objek yang merasa dirugikan dapat mengajukan hak jawab langsung kepada pers yang bersangkutan dengan tembusan ke Dewan Pers.
– *Format Pengajuan*: Pengajuan hak jawab harus dilakukan secara tertulis, termasuk dalam format digital, dan ditujukan kepada penanggung jawab pers bersangkutan atau langsung kepada redaksi dengan menunjukkan identitas diri.
– *Isi Pengajuan*: Pihak yang mengajukan hak jawab wajib memberitahukan informasi yang dianggap merugikan, baik bagian per bagian atau secara keseluruhan, disertai data pendukung.
– *Pelayanan Hak Jawab*: Pelayanan hak jawab ini tidak dikenakan biaya dan harus dilakukan secara proporsional dengan pemberitaan atau karya jurnalistik yang dipersoalkan.
Jadi tidak boleh melaporkan hal tersebut langsung ke Aparat Penegak Hukum, terkecuali Dewan Pers merekomendasikan hal tersebut, bila tidak menemukan titik temu,” ungkapnya.
” Kecuali memang murni didalam dalam melakukan aktivitas pekerjaan jurnalisnya oknum Wartawan tersebut melakukan Intimidasi dan Pemerasan yang tidak sesuai dengan SOP dari Undang-undang Pers,” Jelasnya.
Lebih lanjut Ia pun menjelaskan,” Polisi memiliki prosedur khusus ketika menangani kasus yang melibatkan jurnalis atau wartawan. Berikut beberapa poin penting:
– *Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers*: Pasal ini menyatakan bahwa dalam hal wartawan atau pimpinan perusahaan pers dipanggil sebagai saksi dalam suatu perkara, pemanggilan tersebut harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Dewan Pers.
– *Prosedur Penangkapan*: Jika polisi ingin menangkap seorang jurnalis, mereka harus mempertimbangkan dengan hati-hati dan memastikan bahwa prosedur penangkapan sesuai dengan hukum yang berlaku.
– *Konsultasi dengan Dewan Pers*: Dalam beberapa kasus, polisi mungkin perlu berkonsultasi dengan Dewan Pers sebelum melakukan penangkapan terhadap seorang jurnalis.
Namun, perlu diingat bahwa jurnalis tidak sepenuhnya kebal dari penangkapan jika mereka melakukan tindakan yang melanggar hukum. Jika jurnalis melakukan tindakan kriminal, seperti pencemaran nama baik atau penghasutan, mereka dapat dikenakan proses hukum seperti orang lain.
Dalam menangani kasus yang melibatkan jurnalis, polisi harus memastikan bahwa mereka menghormati hak-hak jurnalis dan kebebasan pers, sambil juga menjalankan tugas mereka untuk menegakkan hukum,”.
” Jadi hal-hal terkait Intimidasi, Kekerasan dan Kriminalisasi Pers akan menjadi tolak ukur negara tersebut, merupakan negara yang memiliki pelanggaran Hak Azasi Manusia tersebut seperti yang dilakukan Israel. Janganlah seolah Pers itu musuhnya di Negara Hukum dan Demokrasi ini,” pungkasnya. (STOP… !!! KEKERASAN, INTIMIDASI DAN KRIMINALISASI KEPADA PEKERJA PERS)
(*)