OPINI  

Islam Punya solusi Tepat Mengatasi Kekerasan Pada Perempuan yang Terus Meningkat

Oleh: Yuyun Suminah

JABAR.KABARDAERAH.COM . OPINI – Kasus kekerasan terhadap perempuan kembali disorot, pasalnya di tengah kondisi pandemi angkanya terus naik. Forum Pengada Layanan (FPL) Jawa Barat Sri Mulyati mengatakan, total laporan kekerasan terhadap perempuan selama pandemi COVID-19 ini ada 587 kasus. Ratusan kasus itu paling banyak tersebar di daerah yang didominasi oleh kabupaten dan kota besar di Jabar, (Jabar.idmtimes.id 13/12/20).

Kasus kekerasan terhadap perempuan di Jabar menduduki angka paling tinggi dibandingkan DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Tengah. Enam daerah dengan tingkat kekerasan terhadap perempuat tertinggi yaitu: Kota Bandung 110 kasus, Kabupaten Bandung 193 kasus, Kabupaten Cirebon 179 kasus, Kabupaten Majalengka 21 kasus, Kota Bekasi 51 kasus, dan Kabupaten Sukabumi 34 kasus.

Dalam sistem demokrasi kapitalis yang memberikan kebebasan penuh pada tiap orang memicu berprilaku sesuai yang dikehendakinya, tak ada rasa takut akan dosa dan balasan nanti di akhirat. Tidak hanya itu sistem kapitalis pun tidak bisa memberikan keamanan kepada kaum perempuan disegala keadaan, apalagi situasi pandemi yang semakin meresahkan.

Sehingga kondisi saat ini mendorong kasus kekerasan meningkat diperparah oleh tekanan ekonomi yang sulit, kesehatan, keamanan dan pembatasan gerak. Kekerasan yang didominasi oleh pelecehan seksual yang terjadi di ranah publik seperti tempat kerja, di media sosial maupun ketika berada di rumah.

Maka solusi yang ditawarkan oleh pemerintah pun hanya sebatas tambal sulam yaitu meminta RUU PKS untuk segera disahkan. Karena menganggap perempuanlah yang paling banyak merasakan dampaknya. Menganggap dengan disahkannya RUU PKS tersebut bisa melindungi perempuan dari kekerasan terutama disaat pandemi.

RUU PKS sendiri tidak ada kejelasan pasti soal jenis kekerasannya, hanya sebatas mengatur masalah kekerasannya saja, namun soal penyimpangan seksual dan kejahatan seksual tidak diatur. Contohnya tentang pelacuran, yang dipermasalahkan adalah kekerasan dalam praktik tersebut, bukan pelacurannya. Sama halnya dengan aborsi, yang dipersoalkan adalah kekerasannya, bukan aborsinya. Penyimpangan seksual semacam L6BT pun dibiarkan padahal perilaku ini sudah sangat meresahkan masyarakat dan kasusnya semakin banyak.

Jadi, apa pun tindakan seksual yang dilakukan dengan dasar suka sama suka, baik itu perzinaan, perselingkuhan, L6BT dan lain-lain tanpa disinyalir ada kekerasan di dalamnya, akan dibiarkan saja berkembang.

Sesungguhnya kapitalismelah yang mengakibatkan kekerasan ini terjadi. Pandemi Covid-19 justru makin memudahkan kita memahami buruknya kapitalisme dalam mengatasi persoalan ini, sebagaimana bahayanya RUU PKS ini jika disahkan. Inilah bukti nyata lemahnya sistem buatan manusia, yang justru membuat manusia jauh dari Penciptanya.

Berbeda dalam sistem Islam Allah SWT telah menurunkan Islam sebagai sistem hidup manusia yang sempurna dan paripurna yang mampu menyelesaikan seluruh problem kehidupan manusia di dunia, termasuk problem kekerasan terhadap perempuan.

Islam mengatasi kejahatan seksual dan kekerasan seksual sekaligus. Zina dan L6BT menurut Islam adalah bentuk kejahatan seksual, baik dilakukan dengan kekerasan ataupun tidak.

Islam memberikan solusi bagi kasus kejahatan seksual, baik untuk penanggulangannya (kuratif) maupun pencegahannya (preventif).

Solusi Kuratif, menerapkan sistem pergaulan Islam yang mengatur interaksi laki-laki dan perempuan baik dalam ranah sosial maupun privat.

Solusi preventif, Sistem Islam akan menutup celah bagi aktivitas yang mengumbar aurat atau sensualitas di tempat umum. Sebab, kejahatan seksual bisa dipicu rangsangan dari luar yang kemudian memengaruhi naluri seksual (gharizah an-nau’).

Islam memiliki sistem sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan seksual. Contohnya, sanksi bagi pelaku tindak perkosaan berupa had zinâ, yaitu dirajam (dilempari batu) hingga mati, jika pelakunya muhshan (sudah menikah); dan dijilid (dicambuk) 100 kali dan diasingkan selama setahun, jika pelakunya ghairu muhshan (belum menikah).

Hukuman tegas ini akan memberikan efek jera (zawajir) kepada si pelaku, sekaligus menjadi penghapus dosa (jawabir) yang telah dilakukannya ketika sampai waktunya di yaumul hisab nanti.

Sejatinya itulah sistem harapan umat yang bisa melindungi rakyatnya dari segala kejahatan, menerapkan aturanNya secara kaffah. Itu semua akan terwujud dalam sistem Islam yaitu Khilafah. Wallahua’lam. (red)