OPINI  

KPK OTT Oknum Hakim, Peradilan Kasus Sengketa Tanah Rawan Korupsi

Press Release

KPK kembali melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Satu orang Hakim, seorang pengacara dan pihak swasta, karena diduga terkait dengan upaya memenangkan sebuah perkara pemalsuan surat tanah yang sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Balikpapan (04/5/2019).

Citra Mahkamah Agung (MA) saat ini di titik nadir.  Tengok saja pemberitaan media massa dan media sosial. Bahkan gaung berita buruk ini menggema ke seantero  Indonesia. Media massa sebut saja CNN Indonesia hingga News Detik.com menjadikan berita ini menonjol dalam bingkai berita mereka.

Dampak lanjutan dari gegap gempitanya OTT tersebut adalah terpuruknya kredibiitas Pengadilan Negeri di mata masyarakat. Kasusini menjadi “tsunami” yang memporak-porandakan kebanggaan, citra, reputasi bahkan legitimasi hakim “wakil Tuhan” di dunia ini. Kasus ini mengonfirmasi sekaligus melembagakan persepsi banyak kalangan bahwa kleptokrasi sudah menjadi bagian utuh dalam tatakelola dan tatakerja birokrasi yudikatif. Kejahatan tingkat atas (top-hat crimes) bernama korupsi, nyaris paripurna menampilkan identitasnya sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes).

Hakim yang menjadi tersangka itu sukses menghinakan dirinya serta meninggalkan kemuliaan jabatan yang sebelumnya dipercayakan bangsa dan negara ke pundaknya. Dahsyatnya lagi, hakim Pengadilan Negeri yang seharusnya menjadi “wakil tuhan” justeru asik masyuk bertransaksi haram! Inilah paradoks yang membuat rakyat Indonesia tak henti-hentinya mengurut dada.

Seorang Hakim yang terlibat kasus korupsi tidak hanya bersinggungan pada regulasi hukum saja, tetapi juga melanggar kode etik. Sudah Jelas disebutkan pada Pasal 12 huruf c UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa seorang Hakim yang menerima hadiah atau janji untuk mempengaruhi sebuah putusan diancam dengan pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 milyar. Selain itu Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua Komisi Yudisial (KY) tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim telah menegaskan bahwa Hakim tidak boleh meminta atau menerima pemberian atau fasilitas dari advokat ataupun pihak yang sedang diadili.

Menurut LSM BALADAYA bahwa yang harus segera diantisipasi dari buruk muka Hakim Pengadilan Negeri adalah menaikan dan mengelola kembali kepercayaan masyarakat. Pengadilan Negeri banyak menangani kasus pidana. Rusaknya citra Hakim Pengadilan Negeri  akan berimbas pada ketidakpercayaan publik dan pihak-pihak yang bersengketa.

Kemudian, bahwa apa yang terjadi di Pengadilan Negeri Balikpapan, berindikasi juga terjadi hal serupa di Pengadilan Negeri kabupaten Bekasi. Berdasarkan pemantuan LSM BALADAYA bahwa ada kasus sengketa tanah yang rawan korupsi. Bahwa terdapat sebuah perumahan dengan siteplan yang telah disetujui oleh pemerintahan daerah, yang mana di dalam siteplan tersebut sudah ada peruntukan lahan Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum (fasos fasum) yang memang sudah harus diserahkan kepada pemerintah daerah kabupaten Bekasi. Perumahan tersebut bernama Perumahan Bulak Kapal Permai. Kini warga perumahan tersebut bersengketa dengan salah satu individu yang hendak mengambil alih tanah peruntukan fasos fasum tersebut. Individu tersebut mengaku memiliki sertifikat hak milik di atas tanah peruntukan fasos fasum perumahan tersebut.

Berdasarkan pada putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Bekasi dengan Register perkara Nomor 546/Pdt.G/2013/ PN.Bks. Para Penggugat yang merupakan warga perumahan Bulak Kapal Permai mengajukan gugatan, namun tidak menang.

Pada 14 Maret 2019 portal media online Https://kabarhabe.com merilis berita berjudul “Ketua RW Ditahan, Mempertahankan Lahan Fasos Fasum jadi Sertifikat. Media tersebut memberitakan bahwa ada warga perumahan Bulak Kapal Permai kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi, yang juga merupakan Ketua RW 014 bernama Toto Irianto dijebloskan sebagai tahanan kejaksaan atas tuduhan memanfaatkan lahan seluas 8.150 m2 tanpa izin si Pemilik sertifikat nomor 8738/Desa Jatimulya dan pasal 378.

Atas kejadian ini maka LSM BALADAYA menuntut:

1.       Badan Pengawas Mahkamah Agung melibatkan Komisi Yudisial serta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk pembenahan lingkungan pengadilan agar terbebas dari praktik korupsi;

2.       Komisi Pemberantasan Korupsi agar melakukan pemantauan atas kasus sengketa tanah lahan fasos fasum Perumahan Bulak Kapal Permai di Pengadilan Negeri Kabupaten Bekasi yang kini sedang proses sidang dan berindikasi korupsi.

Bekasi, 5 Mei 2019

LSM BALADAYA

Izhar Ma’sum Rosadi

(red)