LSM Baladaya Dukung Pemerintahan Joko widodo Dalam Pemberantasan Korupsi Didesa

Oleh Izhar Ma’sum Rosadi

(Sebuah Opini/Catatan dalam Rangka Memperingati Hari Anti Korupsi seDunia 2018)

Hari Anti Korupsi Sedunia (HAKORDIA) selalu dirayakan pada 9 Desember. Perayaan ini merupakan penyemangat bagi kita bahwa korupsi bisa musnah jika lawan bersama-sama. Pada tahun ini momentum perayaan HAKORDIA bertepatan dengan Kegiatan Pelaksanaan Evaluasi dan Monitoring Pengelolaan Dana Desa 2015-2018 yang dilakukan oleh Satuan Tugas Dana Desa Kementrian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia di Kabupaten Bekasi.

Oleh karena itu, Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM BALADAYA, (Kata BALADAYA berasal dari bahasa Sansekerta, BALA = sahabat, Daya= Kuat, sahabat yang kuat, didirikan berdasarkan Akta Notaris Ahmad Ali Nurdin No. 15 tanggal 04 Juli 2018 dan Keputusan Menkumham RI Nomor AHU-0008651-AH.01.07.TAHUN 2018. LSM BALADAYA ini untuk pertamakalinya bertempat kedudukan di Kabupaten Bekasi. LSM BALADAYA berazaskan UUD 1945 dan Pancasila, merupakan organisasi control social yang bersifat Demokratis, Independen, dan Profesional. Salah satu maksud dan tujuan LSM BALADAYA adalah mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dan berwibawa) mendukung aksi Monev oleh pemerintahan Joko Widodo tersebut di atas.

Sebagai lembaga Kontrol sosial dan yang juga melakukan kajian kajian atas kebijakan publik, LSM BALADAYA pada momentum HAKORDIA tahun ini, mengajukan permohonan informasi publik perihal realisasi penggunaan Alokasi Dana Desa 2018 Tahap 1 dan Tahap 2 di desa desa dalam kecamatan Tarumajaya dan Babelan Kabupaten Bekasi Jawa Barat. Namun, hingga tulisan ini dibuat belum ada satupun Pemerintahan desa tersebut yang berkenan memberikan informasi yang dimohonkan. Tak hanya aksi itu, LSM BALADAYA juga melakukan rencana aksi, berupa Pelaporan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Anggaran Ganda.

Tindak pidana korupsi merupakan sebuah kejahatan yang secara kualitas maupun kuantitasnya terus meningkat. Peningkatan jumlah tindak pidana korupsi tentu akan sangat berpengaruh terhadap turunnya kualitas kesejahteraan bagi masyarakat. Padahal negara memiliki kewajiban untuk meningatkan kesejahteraan masyarakat. Dampak korupsi yang demikian besar, dan merupakan problem serius terhadap kesejahteraan masyarakat harus menjadi tanggung jawab bersama seluruh elemen bangsa tanpa kecuali. Sehingga ini juga menjadi tanggung jawab rakyat untuk ikut bersama-sama memerangi korupsi.
Melihat dampak korupsi yang demikian dahsyat, dan sangat merugikan masyarakat, maka diperlukan sebuah keseriusan dalam penegakan hukum guna pemberantasan tindak pidana korupsi. Berkaitan dengan penegakan hukum Barda Nawawi Arief (2008), dalam bukunya “Masalah Penegakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan”, berpendapat bahwa Penegakan hukum adalah menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Di sini berati bahwa penegak hukum dipercaya oleh masyarakat untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan yang terkandung di dalam hukum. Namun demikian dalam penegakan hukum itu terdapat sisi yang penting yaitu peran serta masyarakat, yang kemudian disebut sebagai kontrol sosial. Topo Santoso dan Eva Achzani Zulfa (2003), dalam bukunya yang berjudul “Kriminologi” menguraikan bahwa korupsi yang dilakukan dengan penggunaan kekuasaan pada intinya dilakukan karena lemahnya kontrol sosial, atau lingkungan sosial yang membentuknya demikian, terutama lingkungan yang ada dalam kekuasaan yang sudah dihinggapi oleh tanggung jawab yang hilang.
Jadi tak berlebihan jika James C. Scoot, dalam Jurnal Litigasi yang ditulis Azhar (2009) yang berjudul “Peranan Biro Anti Korupsi dalam Mencegah Terjadinya Korupsi di Brunei Darusalam”, Ia memiliki pendirian bahwa korupsi meliputi penyimpangan tingkah laku standar, yaitu melanggar atau bertentangan dengan hukum untuk memperkaya diri sendiri, oleh karenanya diperlukan kontrol sosial.

Peran Serta Masyarakat (Kontrol Sosial) dalam Pemberantasan Korupsi

Berkenaan dengan kontrol sosial tersebut Soerjono Soekanto, sebagaimana dikutip oleh Soeharto (2007), “Perlindungan Hak Tersangka, Terdakwa, dan Korban Tindak Pidana Terorisme dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia” menjelaskan bahwa, kontrol sosial adalah segala sesuatu yang dilakukan untuk melaksanakan proses yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan untuk mendidik, mengajak atau bahkan memaksa para warga masyarakat agar menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
Menurut Satjipto Rahardjo (2009) dalam bukunya “Hukum dan Perubahan Sosial, Suatu Tinjauan Teoritis Serta Pengalaman-Pengalaman di Indonesia” bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan harapan masyarakat, kontrol sosial tersebut dijalankan dengan menggerakkan berbagai aktivitas yang melibatkan penggunaan kekuasaan negara sebagai suatu lembaga yang diorganisasi secara politik, melalui lembaga-lembaga yang dibentuknya. Bahkan di Malaysia, sebagaimana diuraikan Kamri Ahmad, dalam Jurnal Progressif “Membangun Visi Baru Pemberantasan Korupsi dengan Progresif”, kontrol sosial tidak hanya dilakukan oleh lembaga yang dibentuk secara resmi oleh pemerintah, tetapi juga melibatkan seluruh elemen masyarakat, hal tersebut di sampaikan oleh Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi, bahwa di Malaysia setiap warga harus menjadi pemantau atas korupsi di pemerintahan. Hal tersebut menjadi wajar, karena tindak pidana korupsi merupakan kejahatan sosial dan yang paling dirugikan adalah masyarakat.
Jadi agar tidak terjadi ketidaktertiban sosial diperlukan adanya aturan dalam rangka menanggulangi tindakan dan akibat jahat dari tindakan korupsi, yang pada hakikatnya dapat merusak kehidupan sosial, dan peraturan tersebut harus sesuai dengan aspirasi masyarakat pada umumnya.

Dasar Hukum Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi

Agar kontrol sosial terlembagakan dalam sistem perundang-undangan dan sebagai bentuk penyerapan aspirasi masyarakat, maka Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang diubah oleh Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, telah merumuskan mengenai peran serta masyarakat, hal mana ditegaskan dalam;
Pasal 41 :
Ayat (1) Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Ayat (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan dalam bentuk: a. hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi; b. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi; c. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi; d. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. e. hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal: 1) melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.b,dan c; 2) diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku;
Ayat (3) Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Ayat (4) Hak dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan dengan berpegang teguh pada asas-asas atau ketentuan yang diatur dalam peraturan perundangundangan yang berlaku dan dengan menaati norma agama dan norma sosial lainnya. (5) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 42 :
(1) Pemerintah memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang telah berjasa membantu upaya pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana korupsi. (2) Ketentuan mengenai penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Sebagai amanat Pasal 41 Ayat (5) dan Pasal 42 ayat (2) sebagaimana diuraikan di atas, maka pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara, di mana dalam Pasal 7 ditegaskan bahwa : setiap orang, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, yang telah berjasa dalam usaha pencegahan atau pemberantasan tindak pidana korupsi, berhak mendapat penghargaan. Bentuk penghargaan ini berupa piagam dan premi yang besarnya 2 per mil dari kekayaan Negara yang dikembalikan.
Dampak korupsi demikian besar, sehingga mampu mengurangi kualitas kesejahteraan masyarakat, tingginya kerugian Negara akibat korupsi akan berdampak pada kewajiban negara dalam memberikan hak kesejahteraan. Jadi rakyat atau masyarakatlah yang akan menjadi korban. Untuk itulah LSM BALADAYA mendukung pemerintahan Joko Widodo dalam pemberantasan korupsi, dan turut berperan dalam pencegahan tindak pidana korupsi, yang mana peran itu sangat dibutuhkan dan memiliki peran yang sangat penting sebagai bentuk dari kontrol sosial. Tingginya kontrol sosial akan mampu mempersempit ruang gerak bagi korupsi dan memperlebar ruang bagi anti korupsi. Agar tingkat pertumbuhan korupsi dapat terus ditekan, maka upaya mendorong kesadaran masyarakat dalam pencegahan tindak pidana korupsi perlu terus diupayakan.
(Penulis adalah Kritikus, Aktivis, dan Ketua LSM BALADAYA, mukim di desa Segarajaya Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi Jawa Barat)

Tinggalkan Balasan