LSM Baladaya Mendukung Pencegahan Korupsi Bidang Aset Daerah Kabupaten Bekasi part (1)

(Logo LSM BALADAYA)

BEKASI.KABARDAERAH.COM – Pada tanggal 29 April 2019 lalu, para Bupati dan Walikota se Jawa Barat dikumpulkan dan diberi pengarahan oleh KPK yang diwakili oleh Basaria Panjaitan, terkait isu-isu pencegahan korupsi di berbagai lini, khususnya yang terkait dengan pendapatan daerah dan aset negara yang riskan terhadap praktek korupsi. Plt Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja turut hadir dan melakukan penanda-tanganan Kerjasama dengan Kepala Kantor BPN kabupaten Bekasi dalam upaya pengoptimalisasian penerimaan pendapatan daerah dan juga pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) di Gedung Sate dan disaksikan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.

Berkaitan dengan bahaya korupsi, Marwan Effendy (2010:77-78), dalambukunya“Pemberantasan Korupsi dan Good Governance ” menguraikan bahwa Korupsi terjadisecara sistematis dan meluas, tidak hanyamerugikan keuangan dan perekonomian negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadaphak-hak social dan ekonomi masyarakat secaraluas, sehingga digolongkan sebagai extraordinary crime sehingga pemberantasan yang harus dilakukan dengan cara yang luar biasa. Di Kabupaten Bekasi, salah satu lahan korupsi yang paling subur dan sistemik adalah di bidangpenataan aset daerah, dan perijinan pembangunan perumahan, rumah susun, dan kawasan perniagaan. Sektor ini rentan terhadapresiko maladministrasi dan tindak pidanakorupsi yang merugikan keuangan negara. LSM BALADAYA sangat mengapresiasi kegiatan pencegahan korupsi yang dilakukan oleh KPK di Jawa Barat, khususnya di kabupaten Bekasi, termasuk, apresiasi kami yang setinggi-tingginya atas upaya penegakan hukum di bidang korupsi yang sedang berjalan atas kasus Meikarta.

Memang, sudah sepatutnya bahwa Pemerintah Daerah harus mampu mengelola sumberdaya yang dimilikinya secara efisien dan efektif, agar sumberdaya yang ada dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Salah satu sumberdaya yang harus dikelola dengan baik adalah BMD (Barang Milik Daerah) atau aset daerah. Aset daerah merupakan salah satu unsur penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang harus dikelola dengan baik, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel.  Manfaat lain dari penatausahaan BMD adalah dengan penatausahaan BMD yang tertib akan membawa efek signifikan terhadap kesempurnaan penyajian neraca daerah yang disiapkan untuk keperluan pemeriksaan BPK-RI setiap akhir tahun anggaran berjalan. Inventarisasi Aset Daerah, baik berupa fasos fasum ataupun yang lainnya, juga merupakan bagian dari pengamanan aset yaitu pengamanan administratif. Ketika pemerintah daerah mempunyai kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam bentuk laporan keuangan, informasi Aset daerah berupa Fasos fasum memberikan sumbangan yang signifikan. Informasi yang lengkap dan akuntabel diperoleh dari proses penatausahaan yang baik. Informasi ini digunakan dalam laporan keuangan khususnya neraca, yaitu berkaitan dengan pos-pos persediaan, aset tetap, maupun aset lainnya. Informasi aset fasos fasum ini terus dilaporkan di neraca selama aset tersebut masih ada. Dengan demikian penatausahaan aset daerah berupa Fasos Fasum juga berkaitan dengan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).

Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang wajib disampaikan Pemimpin Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) kepada Dewan Perwakinan Rakyat Daerah (DPRD). Laporan ini merupakan media akuntabilitas keuangan yang harus disajikan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Laporan yang dipertanggungjawabkan ke DPRD adalah laporan yang telah diaudit/dinilai oleh BPK. Hasil akhir dari audit BPK ini adalah opini yang biasa disebut sebagai opini BPK. Dan Rekomendasi BPK RI dapat dijadikan dasar pengambilan kebijakan untuk lebih meningkatkan kinerja pemerintah daerah.

Berdasarkan pada telaah kepustakaan yang dilakukan LSM BALADAYA pada beberapa Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI, diantaranya :

1.       Buku III Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten bekasi Tahun 2015; Laporan Hasil Pemeriksaan atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan, Nomor 34.C/LHP/XVIII.BDG/05/2016, tanggal 31 Mei 2016, diungkap beberapahal, diantaranya :

a.       Bahwa Pengelolaan Piutang Lainnya atas Kompensasi atas Penggunaan Tanah sebesar Rp 2.294.116.000,00 belum optimal.

1)   Pemerintah Kabpaten Bekasi belum menyajikan penyisihan Piutang Lainnya senilai Rp 2.363.143.871,00 pada Laporan Keuangan Unaudited

2)      PT Ji tidak menyetorkan kontribusi senilai Rp 2.844.116.000,00 secara tepat waktu

3)  Pemerintah Kabupaten Bekasi belum melakukan eksekusi atas sanksi pelanggaran perjanjian kerjasama

b.       Pengelolaan Fasilitas Umum (Fasum) Tanah Tempat Pemakaman Umum (TPU) belum sesuai dengan ketentuan

1)      Sebanyak 186 pengembang belum menyerahkan cadangan lahan TPU

2)      Terdapat selisih jumlah pengembang, jumlah bidang dan luas tanah cadangan lahan TPU yang tercatat pada DTRP dengn Bagian Tata Pemerintahan setda

3)      Cadangan lahan TPU yang telah diserahkan pada tahun 1995 – 2010 sebanyak 2.334.499,00 m2 bidang tidak didukung dengan data dan dokumen yang memadai

4)      Cadangan lahan TPU yang telah diserahkan tahun 2011 – 2015 sebanyak 217 bidang seluas 263.063,32 m2 belum dalam bentuk tanah siap pakai dan bernilai perolehan

5)      Sebanyak 29 pengembang yang telah memperoleh ijin siteplan belum menyerahkan cadangan lahan TPU seluas 98, 844,7 m2

6)      Cadangan lahan TPU yang telah diserahkan oleh pengembang belum dinilai dan belum tercatat dalam neraca per 31 Desember 2015

7)      Pemerintah Kabupaten Bekasi belum merevisi SK penunjukan Tim Verifikasi dan Tim Koordinasi Penyerahan TPU

2.     Berdasarkan pada Buku II Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten bekasi Tahun 2016; Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem pengendalian Intern, Nomor 15B/LHP/XVIII.BDG/05/2017, bahwa Pada tahun 2017, pemerintah kabupaten bekasi melaksanakan perubahan struktur organisasi dan tata Kerja (STOK). Berdasarkan pada STOK baru, bidang Permukiman dan Perumahan yang sebelumnya berada di Dinas Tata Ruang dan Perumahan (DTRP), berubah menjadi Bidang Perumahan Rakyat dan berada dibawah Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPRKPP). Berdasarkan LHP BPK 2016, diungkap bahwa pemerintah Kabupaten Bekasi belum melakukan penyesuaian Peraturan Daerah Nomor 30 tahun 1995 dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009. Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan menanggapi bahwa Perda Kabupaten Bekasi Nomor 30 tahun 1995 sudah masuk dalam Program Legislasi Daerah. Kemudian BPK merekomendasikan kepada Bupati Bekasi agar mengajukan kepada DPRD Kabupaten Bekasi untuk memperbaharui Peraturan Daerah nomor 30 tahun 1995 dengan mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasana, sarana, dan Utilitas Perumahan dan Permukiman di Daerah. Dan pada tahun 2017, Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Penyerahan Prasarana, Saraana, dan Utilitas Perumahan, Rumah Susun, dan Perniagaan di Kabupaten Bekasi telah diundangkan.

3.     Berdasarkan pada Buku III Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten bekasi Tahun 2016; Laporan Hasil Pemeriksaan atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan, Nomor 15.C/LHP/XVIII.BDG/05/2017, tanggal 29 Mei 2017, bahwa Pengelolaan sewa Lahan Fasos Fasum Milik Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi belum sesuai ketentuan, sebagai berikut :

a.       Data ijin fasos fasum tidak terdokumentasi dengan baik

b.       Terdapat minimal 131 lokasi fasos fasum yang statusnya belum diserahkan oleh pengembang namun telah disewakan oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi

c.       Terdapat potensi penerimaan retribusi ijin fasos fasum di lahan yang statusnya sudah diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi minimal Rp 150.865.500,00

d.       Belum terdapat Prosedur Operasional Standar (POS) yang mengatur mekanisme perpanjangan sewa lahan fasos fasum

e.       Belum terdapat ketentuan yang mengatur mekanisme dan unit kerja pelaksana monitoring sewa lahan fasos fasum

Berdasarkan pada pengamatan di lapangan, ditemukan data bahwa :

1.     Atas rekomendasi BPK RI sebagaimana diungkap pada  Buku II Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten bekasi Tahun 2016; Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem pengendalian Intern, Nomor 15B/LHP/XVIII.BDG/05/2017, bahwa Kabupaten Bekasi belum melakukan penyesuaian Peraturan Daerah Nomor 30 tahun 1995 dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009, kini kabupaten Bekasi telah melakukan penyesuaian aturan sebagaimana yang telah direkomendasikan oleh BPK RI, yakni Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) Perumahan, Rumah Rusun, dan Perniagaan di Kabupaten Bekasi mulai diundangkan sejak 27 Desember 2017.  Peraturan Daerah Nomor 30 tahun 1995 belum memuat ketentuan sanksi atas pelanggaran dan pada peraturan yang baru, yakni Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) Perumahan, Rumah Rusun, dan Perniagaan di Kabupaten Bekasi telah memuat ketentuan sanksi. Berdasarkan pada tinjauan atas isi Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan, Rumah Rusun, dan Perniagaan di Kabupaten Bekasi, diketahui bahwa ketentuan sanksi pada peraturan daerah tersebut telah diatur dan tertuang dalam Bab IX Bagian kesatu mengenai sanksi administratif, yakni pada Pasal 40 Ayat (1);, Ayat (2); Ayat (3) huruf a, b, c, dan d; Ayat (4) huruf a dan b; dan Ayat (5). Sementara sanksi pidana diataur dalam Bab IX Bagian kedua mengenai sanksi pidana, yakni pasal 41 Ayat (1), (2), dan (3). (red)