OPINI  

Menelisik Arah Revalidasi Geopark Ciletuh

Penulis : Annisa Aisha (Aktivis Dakwah)

JABAR.KABARDAERAH.COM . OPINI – Pariwisata merupakan sektor yang mendapat perhatian lebih dari berbagai pihak karena dinilai dapat meningkatkan perekonomian. Berbagai potensi alam di negeri ini dikembangkan menjadi pariwisata salah satunya adalah area yang memiliki nilai geografis dan lanskap geologi internasional. Area geografis ini dikelola dengan konsep perlindungan holistik, pendidikan, dan pembangunan berkelanjutan melalui pendekatan bottom-up, inilah yang dikenal dengan UNESCO Global Geopark (UGGp). Di Indonesia, ada lima situs Geopark yang diakui UNESCO salah satunya adalah Ciletuh – Pelabuhanratu.

Ciletuh telah menyandang status UGGp (UNESCO Global Geopark) selama lima tahun. UNESCO akan mengadakan assesmen revalidasi untuk menilai kelayakan Ciletuh sebagai UGGp. Dan pemprov Jabar akan berupaya mempertahankan status ini. (Dari republika.co.id, 23/11/2020)

Mempertahankan status UNESCO Global Geopark sama saja dengan memberi karpet merah kepada para kapital di negeri ini. Bagaimana tidak, untuk tetap pantas menyandang status tersebut maka pihak pengurus Geopark harus bisa mengelola alam dan budaya secara berkelanjutan untuk kesejahteraan rakyat. Alam yang indah harus dikelola sedemikian rupa agar bernilai ekonomis, dipromosikan kepada khalayak umum sehingga menarik berjuta wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Kapitalisme yang saat ini menguasai dunia tentunya mengharuskan pengelolaan alam agar menjadi destinasi wisata dengan mendatangkan investor. Hal ini terbukti pada tahun 2016 Kepala Kepala BPMPT Jabar menawarkan investasi untuk Geopark Ciletuh berupa wisata pantai, pelabuhan laut internasional, mal, hotel, restoran, resort, pelabuhan udara internasional, dermaga nelayan, dermaga wisata, dan sebagainya. Akhirnya negeri ini terjerat jebakan investasi.

World Bank Group dengan mantra tourism is a key of economic growth mampu meyakinkan pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur pariwisata yang merupakan sektor unggulan dalam strategi pasar bebas dengan mengundang para investor. Dengan ini asing akan lebih mudah untuk turun tangan dalam masalah teknis seperti mengawal pembuatan Undang-undang di bidang ekonomi, sosial, pertahanan, pendidikan, dan lain-lain. Hasilnya, sistem di negeri ini bercorak Neo-liberalisme yang memudahkan jalan baru penjajahan (Neo-imperialisme) di negeri ini.

Investasi yang diberikan tentunya tidak gratis. Pinjaman tersebut diikat dengan berbagai syarat seperti jaminan dalam bentuk aset, imbalan hasil seperti ekspor komoditas tertentu kepada negara pendonor investasi, belum lagi hutang dengan bunga besarnya. Dengan kata lain investasi hanya akan membuat ekonomi negeri ini dikuasi asing dari hulu hingga hilir. Ekonomi yang kita hitung di negeri sendiri merupakan ekonomi bangsa lain. Begitu pula pertumbuhan ekonomi dari hasil pariwisata sejatinya adalah pertumbuhan ekonomi korporasi sementara rakyat hanya dapat mengais remah-remah. Walaupun dikatakan bahwa UNESCO Global Geopark memberdayakan masyarakat lokal dan memberi mereka kesempatan untuk mengembangkan kemitraan secara kohesif namun lihatlah siapa yang berkuasa disini? Rakyatkah atau korporasi?. Sungguh, narasi ini menunjukkan bahwa rakyat bekerja kepada orang lain di rumahnya sendiri. Miris!

Kapitalisasi adalah racun di balik madu pariwisata yang terdengar begitu manis dan menjanjikan. Racun tidak akan pernah menjadi obat. Mempertahankan status UNESCO Global Geopark sama dengan bunuh diri, melancarkan jalan hegemoni Kapitalisme untuk semakin menancapkan kukunya di negeri ini.

Pariwisata Dalam Islam

Berbeda dengan Korporatokrasi yang membolehkan asing mengelola Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Islam telah membatasi kepemilikan, mengharamkan SDA dikuasi individu apalagi asing. Disinilah negara akan mengelola kekayaan alam itu untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.

Islam memposisikan pariwisata sebagai sarana dakwah bukan sumber devisa. Keindahan alam akan dijadikan sebagai sarana menyampaikan kebesaran Allah SWT, sehingga wisatawan yang melihatnya bertambah keimanannya. Bagi wisatawan non muslim yang niat awal hanya untuk menikmati keindahan alam, akan disuguhi ajaran-ajaran Islam. Interaksi penduduk dengan turis adalah interaksi yang penuh semangat dakwah sehingga akan mewarnai para turis dengan Tsaqafah Islam. Cagar budaya yang ada akan dimanfaatkan untuk menyampaikan bukti-bukti sejarah autentik kejayaan Islam. Adapun peninggalan budaya selain Islam, jika bentuknya tempat peribadatan dan masih dipakai maka Islam akan membiarkannya. Inilah salah satu bentuk toleransi Islam, Namun Islam mengharamkan kaum muslimin untuk berkunjung kesana karena Allah SWT telah melarang umat Islam memasuki tempat peribadatan umat lainnya. Namun jika sudah tak dipakai maka tak ada alasan bagi negara untuk tetap membiarkannya.

Inilah prinsip pariwisata dalam Islam yakni untuk dakwah Islam. Ekonomi negara pun akan berputar sesuai ketentuan syariah. Prinsip ini tak dapat diterapkan dalam sistem Kapitalisme oleh karena itu mari bersama-sama berjuang untuk mengembalikan negara yang dapat menempatkan pariwisata sebagai sarana dakwah bukan sarana untuk memperpanjang hegemoni Kapitalisme. (red)