OPINI  

Meraih Kebahagiaan Dan Kesetaraan Hakiki Bagi Para Ibu

Ditulis Oleh ; Lilis Suryani

JABAR.KABARDAERAH.COM . OPINI – Tepat di tanggal 22 Desember yang lalu, mendadak di berbagai Linimasa media sosial dipenuhi dengan ucapan selamat kepada para ibu. Ucapan spesial setahun sekali ini khusus ditujukan kepada kaum perempuan khusunya para ibu sebagai penghargaan atas derih payah mereka selama ini dalam menjalankan tugas-tugasnya mendidik, mengatur dan mengurusi rumah tangga. Terlebih saat ini para ibu juga memiliki tugas ekstra, yaitu harus turut membantu perekonomian keluarga.

Walaupun, beban nafkah memang sudah diwajibkan kepada para suami untuk memenuhinya, namun naluri para ibu mendorong mereka untuk turut serta membantu meringankan beban keluarga, apalagi saat Pandemi seperti saat ini. Jangankan dalam lingkup keluarga, saat ini negara pun tengah mengalami ujian pahit dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi. Akhirnya, mau tidak mau para ibu di dorong untuk terjun ke dunia kerja demi tetap berputarnya roda perekonomian keluarga. Baik dengan berdagang, bertani, hingga menjadi buruh pabrik sekalipun, para ibu rela membanting tulang demi membantu keluarga.

Terjunnya para ibu ke dunia kerja memang bukanlah pilihan yang mudah. Para ibu harus sudah siap dengan realita pahit yang sudah lama menjadi permasalahan di kalangan buruh perempuan. Mulai dari upah murah, siap ditempatkan di pekerjaan apapun walau itu tidak sesuai dengan fitrahnya seperti mengangkat beban yang berat, pelecehan seksual hingga jaminan kesejahteraan yang minim.

Realita tersebut hingga kini tak kunjung menuai solusi. Menurut Suci Flambonita, staf pengajar di Fakultas Hukum, Universitas Sriwijaya, adanya ketimpangan dalam menilai buruh perempuan hingga mengakibatkan perbuatan yang semena-mena muncul dari budaya patriarki yang dilanggengkan ( theconversation.com,18/03/20). Beliau menjelaskan budaya patriarki ini termanifestasi dalam hubungan industrial yang timpang antara buruh dan pemberi kerja di mana buruh perempuan selalu berada pada posisi yang lemah.

Pandangan terhadap bahwa budaya patriarkilah yang menjadi akar permasalahan kesenjangan dikalangan buruh perempuan melahirkan upaya perbaikan aturan bagi kaum perempuan dengan perspektif kesetaraan. Dengan menyetarakan peraturan yang berhubungan antara buruh laki-laki dan perempuan diharapkan akan menciptakan keadlian dan kesejahteraan bagi kaum perempuan sebagaimana buruh laki-laki.

Padahal, pandangan seperti ini jelas keliru. Realita pahit yang dialami buruh perempuan selama ini tidak sepenuhnya karena aspek gender. Melainkan karena kapitalasasi yang diarahkan pada kaum perempuan. Perempuan di dorong untuk bekerja agar turut menopang roda kapatalisme untuk menjadi mesin pemutar, produksi dan kapstok. Dari kacamata kapitalisme perempuan adalah objek komersial yang tepat untuk diperalat, dengan upah yang murah, jumlah buruh yang banyak, serta tidak terlalu banyak tuntutan sebagaimana buruh laki-laki. Menjadikan para buruh perempuan terus dikondisikan untuk selalu ada pada posisinya, dengan jargon-jargon semu mendapat kesejahteraan melalui kesetaraan aturan.

Lain halnya dengan Islam, yang diturunkan dari dzat yang Maha pengasih dan penyayang. Islamlah yang akan memberi kaum perempuan kebebasan yang sebenarnya sekaligus memberi mereka penjagaan yang sempurna. Islam pula yang telah dan akan memberi mereka kesetaraan hakiki, yakni kesetaraan yang tak sebatas materi/duniawi tapi lebih bersifat ruhiy dan abadi, dimana Islam memberi kesempatan kepada mereka untuk memperoleh derajat kemuliaan tertinggi di sisi Allah SWT dengan menjadi ahli surga sebagaimana juga laki-laki.

Allah SWT telah menetapkan bahwa penciptaan manusia –baik laki-laki maupun perempuan—adalah dalam kerangka penghambaan dan dengan misi pengelolaan dan lestarinya kehidupan manusia di muka bumi (menjadi khalifah fil ardh). Dengan demikian, dalam pandangan Islam, keduanya memiliki peran yang sama penting yang tak bisa diabaikan satu sama lain.

Sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan bahwa peran utama kaum perempuan adalah penjaga generasi, yakni sebagai ibu dan manajer rumahtangga. Sebuah peran yang sangat strategis dan politis bagi sebuah bangsa atau umat. Untuk itu, Allah SWT menetapkan berbagai aturan yang menjaga kaum perempuan dan menjaga kehormatan mereka sehingga posisi strategis itu bisa berjalan sebagaimana seharusnya.

Agar tugas utamanya sebagai pencetak dan penjaga generasi, yakni sebagai ibu dan pengatur rumah tangga berjalan dengan baik dan sempurna, Islam telah memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dengan menetapkan beban nafkah dan peran sebagi kepala keluarga ada pada pundak suami, bukan pada dirinya. Sehingga dia tidak usah bersusah payah bekerja ke luar rumah dengan menghadapi berbagai resiko sebagaimana yang dialami perempuan-perempuan bekerja dalam sistem kapitalis sekarang ini.

Demi suksesnya peran strategis tersebut, Islampun tak membebani perempuan dengan tugas-tugas berat yang menyita tenaga, pikiran dan waktunya seperti dengan menjadi penguasa. Islam hanya mewajibkan mereka mengontrol penguasa dan menjaga pelaksanaan syariat di tengah umat dengan aktivitas dakwah dan muhasabah, baik secara individu maupun secara jamaah.

Islam bahkan mewajibkan para penguasa menyediakan seluruh fasilitas yang menjamin pelaksanaan tugas merekasebagai ibu generasi, yang mencetak generasi pemimpin, seperti halnya fasilitas pendidikan dan kesehatan sehingga kaum perempuan memiliki kecerdasan sebagai pendidik dan kualitas kesehatan yang mumpuni, juga kewajiban menjamin keamanan bagi rakyat yang memungkinkan kaum perempuan bisa berkiprah di ruang publik sesuai batasan syariat yang diberikan.

Adapun, sejarah membuktikan bagaimana Islam menjaga dan memuliakan kaum perempuan.Salah satu contohnya adalah peristiwa pengepungan entitas Yahudi Bani Qainuqa selama 15 hari hingga menyerah kalah oleh pasukan Rasulullah Saw sebagai jawaban atas keberanian mereka melakukan pelecehan terhadap seorang Muslimah di pasar mereka. Begitupun peristiwa penaklukkan wilayah Amuria oleh tentara khalifah Mu’tashim Billah yang awalnya dipicu oleh peristiwa pelecehan seorang Muslimah oleh penduduk Amuria di wilayah perbatasan.
Sudah jelas lah, bahwa hanya dengan Islam kaum perempuan dapat meraih kebahagiaan dan kesejahteraan nya tanpa mengganggu posisi mulia yang telah difitrahkan Allah SWT kepadanya.

Wallahua’lam

(red)