OPINI  

Pansus DPRD Kab. Bekasi Agar Maksimalkan Pengawasan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK

Pernyataan Pers LSM BALADAYA

JABAR.KABARDAERAH.COM . KAB. BEKASI – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dibentuk di daerah provinsi dan kabupaten/kota. Pada umumnya, lembaga perwakilan rakyat ini dipahami sebagai lembaga yang menjalankan kekuasaan legilsatif, dan karena itu biasa disebut dengan lembaga legislatif di daerah. Akan tetapi, sebenarnya fungsi legislatif di daerah tidaklah sepenuhnya berada di tangan DPRD seperti halnya fungsi DPR-RI dalam hubungannya dengan Presiden. Kewenangan untuk menetapkan Peraturan Daerah (Perda), tetap berada di tangan Gubernur dan Bupati/Walikota dengan persetujuan DPRD. Maka dengan demikian fungsi utama DPRD sejatinya merupakan fungsi kontrol/pengawasan, yakni mengontrol/mengawasi jalannya pemerintahan di daerah sesuai dengan tugas, kewenangan, dan haknya. Pengawasan DPRD itu bersifat democratical-political, artinya bahwa kepentingan publik sebagai pedoman dan tolok ukur pengawasan, sehingga DPRD berperan sebagai political market place.
Pasal 132 Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan bahwa Pengawasan atas pelaksanaan APBD dilakukan oleh DPRD. Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini adalah bukan pemeriksaan, tetapi pengawasan yang lebih mengarah untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam APBD. Agar fungsi pengawasan DPRD tersebut dapat lebih optimal, maka setiap anggota DPRD dituntut untuk lebih meningkatkan perannya sebagai wakil rakyat, bahwa ia secara aktif mengawasi jalannya pemerintahan di daerahnya. Alat atau Instrumen yang dapat digunakan untuk menjalankan fungsi pengawasan adalah segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan rencana anggaran yang telah ditetapkan dan disepakati bersama dengan pemerintah daerah.
Namun, selain dari kedua alat/instrumen tersebut, DPRD semestinya menggunakan juga hasil pemeriksaan BPK dalam hal ia menjalankan fungsi kontrol/pengawasan kepada pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan bahwa BPK yang melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBD, dan menyerahkan hasil pemeriksaannya kepada DPRD.
Pada Pasal 21 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyebutkan bahwa (1) Lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya; (2) DPR/DPRD meminta penjelasan kepada BPK dalam rangka menindaklanjuti hasil pemeriksaan; (3) DPR/DPRD dapat meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan; dan (4) DPR/DPRD dapat meminta Pemerintah untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (3).
Berdasarkan pasal 21 tersebut di atas, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pengawasan DPRD, terutama sebagai bahan pembahasan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, evaluasi pelaksanaan kebijakan daerah, dan monitoring tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan, pembahasan dalam rapat komisi, dengar pendapat, pembentukan pansus, kunjungan kerja, pemberian saran dan sebagainya.

LHP atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah berguna bagi DPRD dalam rangka membahas dan menetapkan peraturan daerah tentang Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dengan memperhatikan/mempertimbangkan; (1) opini BPK sebagai salah satu bahan penilaian pertanggungjawaban keuangan daerah; (2) hasil evaluasi Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah; dan (3) Temuan pemeriksaan sebagai bahan pembahasan tindak lanjut perbaikan pengelolaan keuangan daerah dan pengembalian kerugian daerah.
LHP atas kinerja pemerintah daerah berguna bagi DPRD untuk menilai/mengevaluasi kinerja pemda dilihat dari segi ekonomi, efisiensi dan efektivitas pencapaian kegiatan, program, dan fungsi satker serta bermanfaat bagi pengambilan keputusan guna kesempurnaan kegiatan, program, dan fungsi. Dalam melakukan pengawasan dengan memanfaatkan hasil pemeriksaan BPK, DPRD memiliki kewenangan (1) mengundang pejabat-pejabat di lingkungan pemda untuk dimintai keterangan, pendapat dan saran; (2) menerima, meminta dan mengusahakan untuk memperoleh keterangan dari pejabat/pihak-pihak terkait; (3) meminta kepada pihak-pihak tertentu melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan; (4) memberi saran mengenai langkah-langkah preventif dan represif kepada pejabat yang berwenang.

Berdasarkan pada hal di atas, LSM BALADAYA melakukan beberapa pemantauan, sebagai berikut

a. Hasil pemantauan LSM BALADAYA berdasarkan data yang bersumber dari BPK RI, yakni Daftar Rekapitulasi Hasil Pemantauan TLRHP (Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan) pada Pemerintah Daerah, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2019 pada entitas Pemerintahan Daerah Kabupaten Bekasi, menyatakan bahwa BPK, telah menyampaikan 755 rekomendasi kepada entitas yang diperiksa senilai Rp 53.924.229.883,40. Jika diperinci rekomendasi belum sesuai rekomendasi senilai Rp 5.039.145.937,66. Secara kumulatif, rekomendasi BPK atas hasil pemeriksaan periode 2005-2019 semester 1 telah ditindaklanjuti entitas dengan penyerahan aset dan/atau penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan sebesar Rp 50.883.435.777,62. Dari total potensi kerugian negara Rp 53.924.229.883,40, baru senilai Rp 50.883.435.777,62 yang berhasil disetorkan ke kas negara. Melihat pada angka potensi kerugian negara dan angka yang berhasil disetorkan ke kas negara, nampak sekali masih ada selisih yang belum disetorkan ke as negara/daerah. Hal ini menunjukkan masih adanya persoalan daya dorong BPK yang belum maksimal dalam mendorong auditee untuk merespon rekomendasi BPK.

b. Pantauan LSM BALADAYA terhadap aktivitas DPRD Kabupaten Bekasi, bahwa DPRD Kabupaten Bekasi sudah membuat panitia khusus laporan keterangan pertanggungjawaban (Pansus-LKPJ) Bupati Bekasi tahun anggaran 2019. Pansus LKPJ kali ini direncanakan akan bekerja secara singkat lantaran harus selesai sebelum Lebaran 1441 H. Dikaitkan dengan temuan data yang bersumber dari BPK, yakni Rekapitulasi Hasil Pemantauan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi Tahun 2019 Semester I pada entitas Pemerintahan Daerah Kabupaten Bekasi, menunjukkan bahwa BPK memberikan 68 rekomendasi senilai Rp 2.921.371.039,22. Dari total potensi kerugian negara Rp 2.921.371.039,22, baru senilai Rp 2.610.143.241,22 yang berhasil disetorkan ke kas negara. Jika melihat pada kedua angka tersebut, masih ada selisih yang belum disetorkan ke kas negara/daerah.

Berdasarkan pada catatan tersebut di atas, LSM BALADAYA mendesak :

a. Pansus DPRD Kab Bekasi , dengan menerapkan protokol kesehatan terkait COVID 19, agar meningkatkan hubungan yang sinergis dengan BPK, sehingga diharapkan pengawasan DPRD Kabupaten Bekasi terhadap pelaksanaan APBD oleh pemerintah daerah kabupaten Bekasi akan lebih optimal dan bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat di kabupaten Bekasi. Bahwa jika selisih yang belum disetor ke kas negara/daerah sudah dapat disetorkan ke kas negara/daerah, maka uang tersebut dapat digunakan untuk kegiatan memutus penyebaran COVID 19 di kabupaten Bekasi dan penanggulangan atas dampak yang ditimbulkannya.

b. Kepala Daerah Kabupaten Bekasi agar menginstruksikan secara tegas terkait pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi BPK sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan yang telah direkomendasikan BPK, sehingga sasaran pembangunan di kabupaten Bekasi dapat tercapai dan bermanfaat bagi rakyat di kabupaten Bekasi. Karena jika rekomendasi BPK tidak dilaksanakan, maka pejabat terkait dapat dikenai sanksi administratif berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang kepegawaian, hal itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara pasal 20 ayat (1) dan (2). Apalagi jika rekomendasi BPK tidak dilaksanakan secara optimal, maka dapat memperlambat kemajuan pembangunan dan dapat menimbulkan masalah lanjutan.

Bekasi, 8 Mei 2020

Izhar Ma’sum Rosadi
Ketua Umum LSM BALADAYA

(red)