OPINI  

PHK Masif Industri Tekstil: Pemerintah Jangan Menutup-nutupi

JABAR.KABARDAERAH.COM . OPINI NASIONAL — Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan salah satu sektor industri penting di Indonesia, juga memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Pada tahun 2021 yang lalu, industri tekstil mencatatkan kontribusi ekspor sebesar 5,67% dari total ekspor nasional. Selain itu, signifikansi pertumbuhan investasi pada 2021 tercatat sebesar Rp 6,5 triliun dan Rp 2,4 triliun pada triwulan-I 2022.

Di Indonesia, secara nasional kita melihat struktur industri dan diferensiasi sektor industri TPT lengkap dari hulu hingga ke hilir. Hal itu mencakup industri pembuatan serat dan benang di bagian hulu, industri kain di bagian menengah seperti pertenunan dan perajutan, pencelupan hingga penyelesaian dan penyempurnaan kain.

Di bagian hilir industri tekstil (downstream), kita memiliki banyak industri pakaian jadi dan aksesori kelengkapan tekstil lainnya. Bagian hilir inilah yang merupakan labor intensive, yaitu membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah yang besar.

Kendati industri TPT digadang-gadang sebagai salah satu sektor industri unggulan. Peliknya permasalahan industri banyak dihadapi oleh sektor industri ini. Kondisi pandemi covid-19 dua tahun kemarin telak menghantam stabilitas industri tekstil nasional. Hal itu diperparah dengan pesatnya perkembangan tren thrifting pakaian dan kemudahan akses barang tekstil impor masuk ke Indonesia. Banyak dari itu bahkan dengan penyelundupan dan importasi ilegal dengan kerugian negara hingga lebih dari Rp 63 triliun dalam kasusnya.

Gejolak perekonomian global dan jurang resesi yang tengah kita hadapi sekarang ini mengakibatkan pelemahan permintaan, seperti di negara-negara Eropa dan Amerika. Hal tersebut berimbas terhadap kinerja ekspor Indonesia, terlebih beberapa industri dengan orientasi ekspor. Tidak terkecuali industri tekstil.

Menurunnya permintaan sektor industri TPT mengganggu stabilitasi utilisasi industri tekstil. Sekarang ini sudah terlihat dampaknya. Pengurangan tenaga kerja sudah banyak terjadi, mulai dari tidak perpanjang kontrak, merumahkan karyawan hingga gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masif.

Data yang dihimpun Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jawa Barat (PPPTJB) melaporkan sebanyak 64 ribu tenaga kerja yang dirumahkan sepanjang tahun 2022. Miris, kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan karena kita tahu bahwa industri TPT merupakan industri padat karya yang juga memiliki peran strategis sebagai jaring pengaman sosial di tengah perekenomian masyarakat Indonesia.

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Barat merilis data periode September 2022 bahwa terdapat 18 perusahaan yang tutup dari 14 kabupaten/kota yang telah melaporkan. Dari 18 perusahaan tersebut, setidaknya sebanyak 9.500 karyawan yang terdampak.

Ini miris, kondisi ini sangat mengkhawatirkan. Gelombang PHK dan ketahan industri TPT nasional perlu disikapi serius oleh pemerintah, pengusaha dan segenap stakeholder yang ada. Gelombang PHK yang terjadi jangan sampai menimbulkan gelombang aksi massa yang besar karena terdesak akibat jaring pengaman sosial yang rapuh.

Dalam kondisi yang sangat genting yang dihadapi industri TPT saat ini, komunikasi tripartit hubungan industrial sangat mendesak untuk dilaksanakan. Jangan terkesan permasalahan ini ditutup-tutupi, bukan untuk menenangkan masyarakat ataupun tujuan lainnya ditengah perhelatan besar G20 di Bali yang sedang berlangsung.
Jadi jangan ada anggapan beberapa pihak bahwa PHK massal yang terjadi di beberapa industri saat ini, juga termasuk industri tekstil, sengaja ditutup-tutupi oleh pemerintah dan pihak terkait karena bersamaan dengan G20. Tapi karena memang sudah seharusnya, pemerintah pusat dan daerah bersikap lebih serius menyikapi kondisi ini.

Oleh: Agus Riyanto/ Direktur Tekstil Post/ Anggota Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI)