OPINI  

SKB Seragam Keagamaan, Toleransi Untuk Siapa?

Penulis : Siti Sarah Amallia Firdaus. (Mahasiswa Hubungan Internasional)

JABAR.KABARDAERAH.COM . OPINI – Melalui webinar kemendikbud, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyampaikan hasil keputusan bersama pemeritah dengan dua menteri lainnya yaitu Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama. Dilansir dari laman kompas.com, hasil keputusan yang dikeluarkan pada 03 Februari tersebut yaitu pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai aturan penggunaan seragam dan atribut sekolah di mana pemerintah daerah dan kepala sekolah di sekolah negeri harus mencabut aturan yang mewajibkan siswanya menggunakan seragam dan atribut keagamaan di lingkungan sekolah.

Surat Keputusan Bersama(SKB) 3 Menteri tesebut terdiri dari 6 keputusan yang secara umum menyatakan bahwa baik pemerintah daerah maupun sekolah negeri tidak diizinkan untuk mewajibkan atau pun melarang siswanya menggunakan seragam beserta atribut agama.

Bagi pemerintah, keputusan bersama ini merupakan upaya dalam mengatasi segala perbedaan yang dimilki oleh masyarakat. Selain itu, pemaksaan penggunaan atribut agama dianggap sebagai sesuatu yang simbolik saja, pemerintah ingin masyarakat memahami agama secara substantif.

Surat keputusan ini dilayangkan setelah pengakuan siswi di salah satu sekolah negeri di Padang yang merupakan non-muslim namun menggunakan hijab di sekolah. Ketika diwawancara pun, siswi tersebut mengaku bahwa sekolah tidak memaksanya untuk berhijab dan ia pun tidak merasa terpaksa untuk memakainya. Dengan kejadian tersebut, bukan hanya mengeluarkan keputusan bersama mengenai aturan seragam dan atribut, sebelumnya pemerintah juga merespon hal tersebut dengan meminta pemerintah daerah memecat pihak yang mewajibkan penggunaan hijab bagi non-muslim dan menganggap sebagai tindakan yang intoleransi.

Bukannya fokus pada perbaikan pendidikan jarak jauh (online learning), di masa pandemi ini pemerintah malah mengeluarkan kebijakan yang sama sekali tidak mendidik. Jika konstitusi benar-benar melindungi hak kebebasan dalam beragama, tentunya kebijakan ini tidak perlu dikeluarkan. Keputusan bersama ini mengandung pengertian yang kabur yaitu tidak mewajibkan dan tidak juga melarang yang akhirnya menempakan syariat agama pada posisi yang tidak jelas dan terpisah dari pengaturan kehidupan.

Dengan dalih intoleransi, menjalankan syariat agama telah dijadikan urusan masing-masing pribadi yang tidak boleh ada peran pemerintah yang mengaturnya. Jika lantas demikian, mengapa pemerintah harus mengeluarkan keputusan tersebut? Toh siswi non-muslim yang mengenakan hijab pun tidak merasa sekolahnya tidak toleran terhadap siswi non-muslim karena tidak ada paksaan untuk menggunakannya. Selama bertahun-tahun mengenakannya pun ia tak merasa masalah. Tapi mengapa pemerintah yang malah mempermasalahkan, bertindak berlebihan, dan menjadikannya sebagai sesuatu yang bisa merusak perbedaan di tengah masyarakat? Secara tidak langsung, kasus hijab tersbeut telah membawa Islam pada objek yang disudutkan dalam SKB ini. Bukan semata karena atribut agama yang katanya intoleran, namun pemerintah memang fobia terhadap syariah islam khususnya dan semakin menunjukkan wajah sekulernya.

Sementara itu, sekolah yang mewajibkan penggunaan hijab bagi siswi yang memeluk Islam, merupakan bagian dari proses pendidikan yang ingin mempermudah siswinya untuk menjalankan kewajiban agama dengan membiasakan menggunakan hijab. Sekolah hanya memfasilitasi, dan tentunya hal tersebut tidak bisa dipandang sebagai sesuatu yang intoleransi. Sekolah sebagai tempat membentuk pribadi yang bertakwa, memiliki kewajiban untuk mengenalkan anak didiknya pada aturan-aturan agama dan melindungi mereka dari kerusakan moral. Apa jadinya jika selama belasan tahun duduk di bangku sekolah mereka diberikan kebebasan dalam setiap tindakannya? Bukankah di kemudian harinya akan menjadi pribadi-pribadi yang jauh dari agamanya dan hal ini tentunya bertentangan dengan identitas bangsa kita?.

Alangkah indahnya, menyaksikan bagaimana Islam ketika mengatur kewajiban menjalankan syariat yang dapat melindungi masyarakat dari segala macam kerusakan dan tetap melindungi toleransi antar beragama.

Dengan negara mewajibkan penggunaan hijab bagi siswi muslim, bukan hanya memenuhi kewajiban syariat semata, namun sebagai bentuk perlindungan bagi kehormatan wanita.

Inilah proses pendidikan yang perlu diatur oleh negara agar masyarakat tdak terjerumus pada jurang kebebasan yang akan menenggelamkan peradaban. Selain itu, penggunaan identitas agama pun akan menjadi salah satu syiar Islam tanpa harus mengganggu toleransi bagi non-muslim. Negara juga tetap menjamin agama lain untuk menggunakan identitas agamanya masing-masing dan memberi ruang khusus untuk mereka beribadah sesuai aturan agamanya di tempat yang telah ditentukan oleh negara.

(red)