OPINI  

Tepatkah, Menetapkan Dana Wakaf Sebagai Solusi Alternatif Pendapatan Negara ?

Oleh, Hj.Rina Komara ( Mubalighoh Jawa Barat)

JABAR.KABARDAERAH.COM . OPINI – Pemerintahan provinsi (Pemprov) Jabar mendukung Gerakan Nasional Wakaf Uang yang ditetapkan pemerintah pusat. Menurut wakil gubernur Jawa Barat, wakaf ini merupakan solusi alternative pendapatan negara selain Pajak. Ditenggarai jumlahnya bisa lebih besar karena tidak ditentukan (jumlahnya) seperti pada zakat. (https://www.republika.co.id/berita/qnlbf8457/jabar-optimistis-penghimpunan-wakaf-uang-bisa-seperti-zakat).

Potensi wakaf di Indonesia memang sangat besar. Potensi aset wakaf setiap tahunnya mencapai angka Rp. 2000 trilyun, Sementara potensi wakaf uang menembus angka Rp. 188 trilyun. (https://nasional.kompas.com/read/2021/01/25/12085161/presiden-jokowi-resmikan-gerakan-nasional-wakaf-uang-dan-brand-ekonomi).

Wakil gubernur Jawa Barat berkeinginan agar penghimpunan wakaf lebih besar lagi karena wakaf tak terbatas. Hal ini berkenaan dengan penghimpunan zakat (yang sifatnya wajib) di Jabar mencapai Rp. 980 miliar per tahun, Jika penarikannya maksimal potensinya bisa mencapai Rp 70 triliun. (https://www.republika.co.id/berita/qnlbf8457/jabar-optimistis-penghimpunan-wakaf-uang-bisa-seperti-zakat).

Wakaf Dalam Perspektif Islam
Menurut Jumhur Ulama (selain madzhab Maliki), wakaf adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya dengan mempertahankan benda/zat harta itu (ma’a baqaa’I ‘ainihi), dengan tidak melakukan tindakan hukum (tasharruf) terhadap benda itu (menjual, menghibahkan, mewariskan, dsb), untuk disalurkan kepada Sasaran yang mubah (Imam Shan’ani, Subulus Salam, 3/87; Imam Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 4/231; Imam Syairazi, Al-Muhadzdzab, 1/575)
Definisi wakaf yang disampaikan jumhur ini, bersandar kepada dalil-dalil syar’i. di antaranya adalah hadits dari Nafi’, dari Ibnu Umar, dia berkata, Umar berkata kepada Nabi SAW., “Sesungguhnya seratus bagian sahamku di Khaibar adalah harta yang paling menakjubkan yang pernah aku dapatkan, saya hendak menyedekahkan tanah itu.” Maka Nabi SAW bersabda, “ Tahanlah pokok tanahnya dan sedekahkanlah buah (hasil) dari tanah itu.” (HR An-Nasa’I, Sunan An-Nasa’I Al-Kubra, Ibnu Majah).

Berdasarkan hadits shahih di atas, maka jelaslah bahwa syarat harta wakaf itu adalah harus tetap dipertahankan zatnya. Oleh karena itu, sebagian besar ulama berpandangan bahwa wakaf uang (wakaf tunai) tidak diperbolehkan. Sekalipun, ada ulama yang membolehkan wakaf tunai ini, diantaranya adalah ulama Malikiyyah. Namun pendapat yang membolehkan wakaf tunai ini tidak disandarkan kepada dalil syar’I yang kuat seperti al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma atau qiyas, akan tetapi hanya bersandar kepada Mashalih Mursalah (kemaslahatan).

Dalam wakaf, pentasharufan benda (‘ain) wakaf tidak diperbolehkan, seperti dengan cara dijual, diwariskan dsb. Sementara itu tasharruf terhadap manfaatnya bisa diberikan kepada Sasaran yang mubah, baik untuk dijadikan sekolah, pemakaman atau masjid.

Hanya saja, kebolehan tasharruf manfaat harta wakaf ini tidak boleh melalaikan pihak-pihak tertentu, terutama penguasa dalam memberikan periayahan (pengurusan) terhadap kepentingan-kepentingan rakyatnya. Seperti dalam pemenuhan Kebutuhan-kebutuhan primer rakyat baik berupa sandang, pangan dan papan dalam kondisi di mana rakyat tidak memiliki kemampuan untuk memenuhinya, atau terkait Kebutuhan-kebutuhan dasar yang sifatnya publik seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Begitu juga dalam membiayai pembangunan infrastruktur, gaji bagi para pegawai Negeri dan tentara, juga untuk pembiayaan jika terjadi musibah seperti gempa, angin topan, dan lain – lain.

Untuk membiayai Kebutuhan – kebutuhan rakyat ini, negara akan mengeluarkan harta dari Baitul Maal (kas negara). Syariah Islam telah menetapkan sumber-sumber pemasukan baitul maal yang sifatnya tetap seperti dari fa’I, jizyah, kharaj, khumus dari harta rikaz dan zakat. Di antara harta lainnya yang dianggap sebagai sumber pemasukan baitu maal adalah harta yang dihasilkan dari kepemilikan umum (seperti sumber daya alam yang melimpah); atau dari kepemilikan negara; harta dari orang yang tidak memiliki ahli waris; harta orang murtad, dan sebagainya.

Dalam kondisi kas negara benar-benar kosong, sehingga negara tidak mampu memenuhi Kebutuhan-kebutuhan yang bersifat wajib, maka negara diperkenankan untuk menarik pajak (dharibah) dari kaum Muslimin yang kaya. Kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya wajib tersebut seperti untuk memenuhi Kebutuhan fakir miskin, ibnu sabil dan pembiayaan jihad; untuk gaji pegawai Negeri atau tentara; pembangunan jalan-jalan, eksplorasi air, Membangun masjid, sekolah juga rumah sakit; untuk memenuhi Kebutuhan di masa darurat seperti musibah yang terjadi pada rakyat baik berupa kelaparan, angin topan atau gempa bumi.
Dari sini nampak jelas, bahwa negara dalam memenuhi Kebutuhan-kebutuhan periayahan rakyatnya tidak boleh mengandalkan harta dari utang luar Negeri. Di samping mengandung riba, utang luar Negeri akan menghantarkan kepada penguasaan negara-negara asing.

Negara juga tidak boleh mengandalkan pemasukan kepada Pajak, karena syariah Islam telah menentukan pos pemasukan bagi kas negara (Baitul Maal). Jika negara terpaksa harus menetapkan Pajak karena kas negara kosong, maka tidak diperbolehkan menetapkan Pajak kepada semua warga negara. Hanya Muslim yang kaya saja yang diminta untuk membayar Pajak.

Oleh karena itu, hanya dengan penerapan sistem ekonomi Islam secara kaffah-lah yang akan memberikan solusi tuntas bagi masalah pendanaan Kebutuhan-kebutuhan rakyat. Memilah dan memilih syariat Islam yang Sesuai dengan selera bahkan kepentingan dunia, hanya akan berujung kepada kehinaan dan penyesalan. Na’uudzubillah…
Firman Allah SWT:
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Maka, apakah kalian beriman kepada sebagian (isi) al-kitab dan mengingkari sebagian (yang lain)? Maka tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara kalian selain kehinaan dalam kehidupan dunia , dan pada hari kiamat mereka akan dikembalikan kepada azab yang paling berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kalian kerjakan (QS Al-Baqarah [2]: 85).

(red)