Bogor Darurat Peredaran Obat Golongan G Tanpa Izin Resmi

Warung yang diduga menjual obat-obatan keras golongan G tanpa izin resmi.

KOTA BOGOR . JABAR.KABARDAERAH.COM — Atas Informasi yang diterima oleh meja redaksi Media dari Masyarakat, Sebuah warung kecil berwana merah yang berada di atas trotoar jalan Sholeh Iskandar No.Km.8, Cibadak, Kec.Tanah Sereal, Kota Bogor, tepat nya di depan showroom mobil Hyundai disinyalir menjual obat-obatan jenis Tramadol, Hexymer tanpa izin resmi.

Warung yang diduga menjual obat-obatan keras golongan G tanpa izin resmi.

Dari hasil pantauan team media di lokasi, Kamis sore (8/2/24), banyak tampak kalangan anak remaja yang membawa kendaraan roda dua mampir ke warung tersebut.

Dari informasi yang dihimpun team media disekitar lokasi, warung tersebut buka dari pagi sekitar pukul 09.WIB s/d 19.30 WIB.

Seperti diketahui, akhir-akhir ini marak terjadi tawuran di kalangan remaja yang berujung pada jatuhnya korban di wilayah Bogor. Hal ini tentunya sangat disayangkan.

Keberanian mereka melakukan aksi kriminal ini tentunya bukan tanpa sebab. Dilansir dari dari berbagai kanal website kesehatan dan psikologi, salah satu penyebab aksi nekat yang dilakukan dikalangan remaja ini lantaran pengaruh zat psikotropika yang dikonsumsi.

Di mana penggunaan obat-obatan psikotropika tanpa resep dokter bisa menimbulkan sifat tempramental dan suka berhalusinasi. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut tanpa keseriusan aparat hukum dalam menindak tegas tentunya akan berdampak lebih luas.

Bukan rahasia umum lagi, di kalangan remaja dan pecandu obat-obatan keras, untuk mendapatkan obat golongan G sangatlah mudah.

Ini merupakan PR besar bagi penegak hukum dalam menyelamatkan para generasi bangsa khususnya di Kota Bogor dari pengaruh narkotika dan obat-obatan psikotropika.

Sebagaimana diketahui pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu dapat dikenakan sanksi pidana.

Hal ini sesuai dengan Pasal 435 Undang-undang RI No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.500 miliar. (Red)