Ada Apa Dengan Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Kabar Daerah JB, Jakarta. (11/06/2018) Ada apa dengan pembahasan tentang RKUHP, itulah yang menjadi pertanyaan oleh kalangan praktisi hukum dan Mahasiswa hukum di semua Universitas di Indonesia dalam hal ini di wakili oleh mahasiswa hukum Universitas Indonesia.

Sementara ICW menyebutkan bahwa Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) belum sepenuhnya mendukung pemberantasan korupsi yang marak di Indonesia ini.

Alhasil dalam pembahasan draf tersebut yang sedang di lakukan oleh parlemem justru dianggap berpotensi membungkam dan memandulkan kebebasan berekspresi bagi para penggiat anti korupsi di tanah air. Padahal kita tau justru terbongkarnya kasus-kasus korupsi di tanah air atas informasi para penggiat anti korupsi di tanah air ini.

Senada yang disampaikan oleh Laola Ester seorang peneliti dari ICW menyebut isi draf RKUHP pada 28 Mei 2018, ada potensi bagi penggiat anti korupsi mengalami kriminalisasi saat melakukan kritikan terhadap para pemimpin atau lembaga yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Tandasnya.

“RKUHP mengatur banyak pasal pidana yang justru berpotensi digunakan sebagai alat membungkam para pegiat anti korupsi,” lanjut Laola di Kantor ICW, saat di temui rekan Media di bilangan Jakarta Selatan, Minggu (10/06).

Laola lalu menjelaskan juga bahwa, Delik yang dimaksud Lalola yakni delik-delik terkait penghinaan presiden dan wakil presiden yakni pasal 238 RKUHP. Selain itu, ada pasal 259 RKUHP terkait pernyataan permusuhan pada pemerintah. Pasal-pasal ini oleh Ester kemudian disebut ‘pasal zombie’.

“Ada beberapa pasal yang sudah mati, lalu dihidupkan lagi melalui RKUHP ini, pasal-pasal yang memang berpotensi ‘membungkam’,” katanya.

Bukan hanya itu, sejumlah pasal lainnya yakni pasal 380 RKUHP tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara, pidana Contemp of Court di pasal 303 huruf C RKUHP juga berpeluang yang sama untuk mengkriminalisasi pengkritik para pemegang kekuasaan.

Pasal-pasal ini boleh jadi dikatakan Ester akan pasti berpotensi mengancam kebebasan individu untuk menyuarakan pendapatannya di muka umum.

“Jangan sampai di tahun 2018 ini hal yang di masa lalu sudah dihapus, malah bisa terjadi lagi. Saat negara lain sibuk mengembangkan ilmu sains, kok Indonesia malah sibuk sama aturan penghina presiden,” lanjutnya.

Dan Lebih lanjut lagi, Ester juga menyebut jika RKUHP ini berlanjut dan disahkan bukan tidak mungkin dan sangat di pastikan kebebasan pers juga akan dibungkam. Mengingat masih banyaknya pasal yang multi tafsir dalam draft terkahir yang keluar pada Mei lalu.

“Benar memang ada Undang-undang pers, namun pola kriminalisasi yang bergeser pada narasumber yang tidak dilindungi UU pers bisa jadi isu tersendiri,” katanya.

Dari beberapa pasal yang tercantum dalam draf RKUHP terbaru, dikatakan Ester, setidaknya ada beberapa pasal yang kemungkinan bisa menghambat pers untuk ikut memberantas korupsi.

Diantaranya, penyiaran berita bohong yang tercantum dalam pasal 284 RKUHP, penyiaran berita bohong untuk keuntungan di pasal 589 RKUHP, gangguan dan penyesatan proses peradilan atau contempt of court di pasal 302-303 RKUHP, pembocoran rahasia negara pada pasal 224-225 RKUHP.

“Pasal-pasal itu multitafsir, bisa saja langsung menyeret jurnalis di pidana,” Imbuhnya diakhir pembicaraan dengan rekan Jurnalist Media. (sumber CNN Indonesia)

Tinggalkan Balasan