Oleh : Dr. AnasLutfi
Dosen Universitas Al-Azhar Indonesia
INDRAMAYU. JABAR.KABARDAERAH.COM — Ilmiah * Ketentuan mengenai hapus tagih atas hutang sangat penting karena melibatkan hak dan kewajiban dari pemberi pinjaman (kreditur) dan penerima pinjaman (debitur). Tulisan ini akan membahas aspek hukum hapus tagih di Indonesia. Ketentuan mengenai hapus tagih atas hutang ini penting karena memberikan dampak hukum bagi pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi keuangan, terutama pemberi pinjaman (kreditur) dan penerima pinjaman (debitur). Berikut beberapa alasan mengapa pembahasan hapus tagih itu sangat penting:
1. Perlindungan Konsumen
Ketentuan hapus tagih bertujuan untuk melindungi konsumen atau penerima pinjaman dari praktik yang tidak adil atau eksploitatif oleh pemberi pinjaman. Tanpa aturan yang jelas, pemberi pinjaman dapat mengejar tagihan yang tidak realistis atau tidak proporsional, yang dapat berdampak buruk pada kondisi keuangan dan kesejahteraan debitur.
2. Pencegahan Penindasan Keuangan
Tanpa aturan yang tepat, pemberi pinjaman mungkin memiliki kekuatan untuk terus menagih hutang dengan bunga dan biaya tambahan yang tidak wajar. Ini bisa berdampak pada tekanan finansial yang berat bagi debitur, bahkan mungkin mendorong mereka ke dalam lingkaran utang yang sulit diputuskan.
3. Stabilitas Sistem Keuangan
Aturan hapus tagih membantu menjaga stabilitas dalam sistem keuangan. Jika pemberi pinjaman memiliki kebebasan tanpa batas untuk mengejar tagihan, risiko yang terkait dengan ketidakpastian pembayaran dapat meningkat, yang pada gilirannya dapat berdampak pada kestabilan dan kepercayaan dalam sistem finansial secara keseluruhan.
4. Pertimbangan Etika dan Tanggung Jawab Sosial
Penerapan ketentuan hapus tagih didasarkan pada pertimbangan etika dan tanggung jawab sosial. Ini membantu memastikan bahwa pemberi pinjaman bertindak secara adil dan bertanggung jawab terhadap nasabah mereka, serta menghindari penindasan finansial yang tidak pantas.
5. Mendorong Pengambilan Risiko yang Sehat
Aturan yang mengatur hapus tagih dapat mendorong pemberi pinjaman untuk menerapkan kebijakan pemberian pinjaman yang lebih bijaksana dan berhati-hati. Dengan mengetahui bahwa ada batasan pada seberapa jauh mereka dapat mengejar tagihan yang tidak terbayar, mereka cenderung lebih berhati-hati dalam memberikan pinjaman dan mempertimbangkan risiko dengan lebih baik.
5. Meminimalkan Konflik Hukum
Ketentuan yang jelas mengenai penghapusan tagihan dapat membantu menghindari konflik hukum antara pemberi pinjaman dan debitur. Hal ini penting untuk menjaga ketertiban dan menghindari kerugian waktu dan sumber daya yang mungkin terjadi akibat perselisihan hukum.
Secara keseluruhan, aturan hapus tagih atas hutang diperlukan untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan pemberi pinjaman dan debitur serta untuk menjaga integritas dan stabilitas sistem finansial secara keseluruhan. Ketentuan ini membantu mencegah penyalahgunaan dan praktik yang tidak adil, serta mendorong praktik pemberian pinjaman yang bertanggung jawab.
Di Indonesia secara umum ketentuan hapus tagih dimuat dalam KUH Perdata Pasal 1381, yang menyatakan bahwa hapusnya perikatan karena:
1. Pembayaran
2. Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3. Pembaharuan hutang
4. Perjumpaan hutang atau kompensasi
5. Pencampuran hutang
6. Pembebasan hutang
7. Musnahnya barang yang terhutang
8. Kebatalan atau pembatalan
9. Berlakunya suatu syarat-batal
10. Lewatnya waktu atau daluwarsa
Ketentuan poin 6 dari pasal tersebut merupakan dasar hukum dari pembebasan hutang atau hapus tagih hutang oleh kreditur. Selanjutnya pembebasan hutang juga diatur dalam Pasal 1438-1443 KUH Perdata. Dalam pembebasan hutang atau hapus tagih piutang ini perlu diperhatikan bahwa pembebasan suatu hutang tidak dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan.
Maksudnya, seorang debitur baru dapat dikatakan dibebaskan dari hutangnya jika secara nyata dibebaskan oleh kreditur. Secara nyata ini artinya harus ada bukti tertulis. Jika hanya tidak ditagih dalam waktu lama, tidak bisa
dikatakan dibebaskan dari hutangnya. Hal ini sangat penting supaya antara pihak kreditur dan pihak debitur jelas hak dan kewajibannya.
Dalam praktek di lapangan kebanyakan yang dilakukan oleh kreditur adalah melakukan hapus buku. Hapus buku ini secara yuridis tidak mengubah sama sekali hak dan kewajiban yang dicantumkan dalam perjanjian kredit antara kreditur dan debitur. Artinya debitur tetap harus melaksanakan kewajibannya dan kreditur tetap harus menagih kewajiban sesuai perjanjian kepada pihak debitur.
Mengapa hapus tagih jarang sekali dilaksanakan oleh kreditur meskipun banyak sekali piutang yang sudah dihapus buku oleh kreditur. Pada umumnya, di Indonesia, penghapusan tagihan atas hutang debitur oleh kreditur justru jarang dilakukan karena faktor hukum.
Pertama, untuk kreditur pemerintah, BUMN, BUMD termasuk juga anak usahanya, justru cenderung untuk tidak melakukan hapus tagih. Bahkan di lapangan seringkali hapus tagih ini seperti hantu buat mereka. Hal ini dikarenakan adanya ketentuan di UU keuangan Negara dan UU Tipikor, pada saat melakukan hapus tagih mereka dapat diduga atau dipersangkakan merugikan keuangan negara. Disamping itu, ada potensi fraud pada saat memutuskan untuk hapus tagih atas hutang debitur tertentu. Inilah yang mengakibatkan kalangan pemerintah, BUMN, BUMD cenderung enggan dan tidak mau melaksanakan hapus tagih. Mereka takut kalau melakukan hapus tagih justru akan didakwa melakukan tindak pidana korupsi.
Kedua, untuk kreditur swasta juga enggan melaksanakan hapus tagih karena bisa saja saat ini debitur tidak mampu membayar hutangnya, namun dimasa yang akan datang debitur atau yang jadi ahli warisnya akan mempunyai. Hal ini didasari dari ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata, semua kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan, atau dengan kata lain sebagai bentuk jaminan umum. Jadi semua harta dan pendapatan debitur yang diperoleh di masa yang akan datang merupakan jaminan untuk pelunasan hutang-hutang debitur yang telah ada sebelumnya. Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata ini berlaku umum, artinya baik kreditur swasta maupun Pemerintah, BUMN dan BUMD juga berlaku ketentuan tersebut.
Ketiga, mengingat dalam hapus tagih banyak sekali risiko hukum yang harus dipertimbangkan, sementara bagi kreditur tidak semuanya mampu menganalisis dan memitigasi risiko hukum dan bisnis serta kegiatan operasional juga harus tetap jalan, maka kreditur justru cenderung tidak melakukan hapus tagih.
Sebagai penutup, mengingat hapus tagih justru memiliki risiko hukum bagi kreditur maka dalam praktek, perusahaan atau badan yang akan melakukan hapus tagih, dari awal sudah melibatkan bagian hukum dari perusahaan tersebut untuk memberikan usulan, masukkan dan mengawal proses hapus tagih di perusahaan tersebut, supaya tindakan hapus tagih piutang tersebut justru tidak berdampak hukum bagi mereka. (***)