JABAR.KABARDAERAH.COM . BOGOR — Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat membongkar serangkaian kejanggalan dalam pengadaan Pneumatic Tube System (PTS) di RSUD Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Proyek senilai Rp3,54 miliar ini bukan hanya menyalahi prinsip efisiensi dan akuntabilitas, tapi juga berujung pada kelebihan bayar senilai Rp777.976.800 akibat pekerjaan yang tak tuntas.
Dari pemeriksaan fisik, BPK menemukan sebanyak 222 unit komponen sistem tidak terpasang meskipun telah dibayar penuh. Fakta ini menunjukkan bahwa proyek alat transportasi berbasis tekanan udara itu bukan hanya cacat secara teknis, tapi juga berpotensi menjadi ladang pemborosan uang rakyat.
Subdistributor Tanpa Legalitas Resmi
Proyek ini dijalankan oleh CV LiJ atas pesanan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor melalui mekanisme katalog elektronik (*e-purchasing*). Namun, BPK menyoroti bahwa CV LiJ bukan distributor resmi, melainkan hanya subdistributor dari PT KAS, pemegang merk Sumetzberger.
Ironisnya, CV LiJ tidak memiliki dokumen legalisasi sebagai distributor sebagaimana diatur dalam regulasi Kementerian Perdagangan. Surat penunjukan yang mereka pegang tidak didukung akta notaris atau Surat Tanda Pendaftaran (STP). Ini mencerminkan lemahnya verifikasi penyedia barang dalam sistem pengadaan yang seharusnya dijaga ketat.
BPK juga mengungkap bahwa sejak perencanaan, pihak RSUD Leuwiliang telah mengunci pilihan pada merek Sumetzberger, tanpa menyusun pembanding atau analisis teknis yang memadai. Praktik ini menyalahi prinsip persaingan sehat dan melanggar Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
BPK menilai seharusnya pengadaan dilakukan langsung kepada PT KAS selaku distributor utama, bukan melalui perpanjangan rantai pasok yang berisiko menaikkan harga dan memperlemah kontrol kualitas.
Masalah lain terletak pada penyusunan harga. Dokumen pengadaan tidak menyebutkan struktur biaya, rincian item, ukuran, maupun jenis pekerjaan. Harga hanya disebutkan dalam angka total tanpa transparansi. Ini menyulitkan proses pengawasan dan membuka ruang manipulasi.
Parahnya, perbandingan harga dilakukan secara serampangan. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) hanya membandingkan harga berdasarkan jumlah stasiun tanpa mempertimbangkan spesifikasi teknis, volume pekerjaan, dan kondisi lapangan. Dengan kata lain, tender disusun tanpa akal sehat, apalagi dasar yang sahih.
BPK menegaskan bahwa nilai kelebihan bayar akibat kekurangan 222 unit Short Carrier with 2x Chips harus segera diproses dan dikembalikan ke kas daerah. Pelaksanaan proyek yang melanggar banyak ketentuan ini, menurut BPK, mencerminkan kelalaian sistemik dan lemahnya kendali internal di lingkungan RSUD maupun Dinas Kesehatan.
Atas temuan ini, BPK merekomendasikan agar Bupati Bogor menginstruksikan:
* Direktur RSUD Leuwiliang memperkuat pengawasan anggaran,
* PPK dan PPTK lebih teliti dalam pelaksanaan pengadaan,
* Proses pengembalian kelebihan bayar sebesar Rp777.976.800 ke RKUD dilakukan tanpa kompromi.
Direktur RSUD Leuwiliang dalam tanggapannya kepada BPK mengaku akan menindaklanjuti rekomendasi tersebut sesuai ketentuan.
Ujian Nyata Sistem e-Katalog
Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana sistem e-katalog bisa disalahgunakan bila tidak disertai integritas dan pengawasan ketat. Bukannya efisien dan transparan, pengadaan justru menjadi ajang perburuan rente dan manipulasi spesifikasi.
Anggaran kesehatan bukan untuk eksperimen kelalaian
. Publik berhak tahu dan menuntut pertanggungjawaban. Bila dibiarkan, model seperti ini bukan hanya menyedot uang rakyat, tapi juga menggerogoti kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan daerah.
(Lukman)
Catatan Redaksi:
Rilisan ini disusun berdasarkan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat atas pengadaan Pneumatic Tube System di RSUD Leuwiliang Tahun Anggaran 2024.