Siswi SMPN 2 Caringin Yang Diduga Korban Pencabulan Guru, Hamil

GARUT . JABAR.KABARDAERAH.COM —  Sebagaimana yang sebelumnya telah di beritakan terkait adanya dugaan pencabulan yang di lakukan oleh oknum Guru SMPN 2 caringin terhadap anak didiknya, yang berinisial Bunga (nama samaran) kelas VII, kembali merebak menjadi perbincangan Masyarakat khususnya yang berada di wilayah kecamatan Caringin karena peristiwa tersebut seakan tidak ada penyelesaian atau penindakan sama sekali.

Menurut informasi berita yang beredar dan masuk ke meja redaksi bahwa “Bunga” telah hamil, yang diperkirakan usia kandungannya berumur Dua bulan dan telah dinikahkan oleh oknum Guru tersebut.

Tim kabardaerah.com (11/03/24) berusaha mencari sumber informasi melalui Investigasi agar apa yang di beritakan bukan merupakan opini semata. Dari keterangan masyarakat Kp. Caringin yang tidak mau identitas dirinya dipublikasikan mengatakan,” memang betul sekitar Tiga Minggu yang telah berlalu kami mendengar bahwa oknum guru “K” telah menikah dengan seorang gadis dibawah umur berinisial Bunga (nama samaran) dan dinikahkan oleh P3N desa Caringin bernama ustadz Toha,” ungkapnya.

Dijelaskan Ia pula bahwa pernikahan tersebut berjalan sembunyi-sembunyi, hanya dihadiri segelintir keluarga, mungkin malu karena pernikahan tersebut dipaksakan, karena si wanitanya telah hamil duluan,” tambahnya.

Tim kabardaerah.Com mencoba mencari P3N yang bernama ustadz Toha sesuai informasi yang disampaikan oleh narasumber tersebut. Namun sayang sulit untuk ditemui, bahkan nomor kontaknya pun tidak bisa didapatkan.

Dadang Muklis,S.pd.I selaku kepala Kantor urusan Agama (KUA) Kecamatan Caringin ketika dimintai tanggapannya melalui sambungan telephone terkait pernikahan tersebut diatas mengatakan, bahwa dirinya tidak pernah menerima laporan ataupun terkait pendaftaran pernikahan sebagai mana yang dimaksud,” Kami tidak pernah menerima pendaftaran pernikahan yang diajukan atas nama orang tersebut, dan KUA sendiri tidak mungkin menikahkan anak di bawah Umur karena ketentuan perundang-undangan, bahwa usia perkawinan untuk seorang wanita minimal berusia 19 tahun dan bagi calon pengantin pria minimal berusia 21 tahun, kalau kah’ ada sesuatu yang sangat mendesak terkait ajuan pernikahan yang usianya belum mencukupi sebagai mana yang di maksud di atas pihak KUA akan menerima dan memproses pernikahannya dengan syarat belum diberikan surat nikah, nanti setelah usianya cukup baru akan dinikahkan kembali secara isbat,” jelasnya.

Di tempat terpisah Didit M Ibon ketua umum Forwagas memberikan statemen yang kedua kalinya, terkait informasi dan masalah tersebut.” Menanggapi issue yang saya terima tentang telah di nikahkannya orang yang dimaksud diatas, jelas harus melalui suatu prosedur undang-undang pernikahan, pernikahan yang sifatnya keterpaksaan dalam hal ini Hamdu (hamil duluan) bisa dilaksanakan baik pernikahan secara agama maupun negara dan pernikahan itu sendiri sah, namun sebagaimana yang saya jelaskan bahwa pernikahan kedua insan tersebut yang riwayat pernikahannya itu sendiri boleh dibilang tidak wajar, karena seorang dewasa yang menikah dengan orang yang masih dibawah umur terlebih terindikasi adanya suatu perbuatan yang didasarkan dengan hasil paksaan ataupun iming-iming sesuatu agar si perempuan itu bersedia melayani nafsu birahinya, terlebih status kedua insan tersebut adalah antara Oknum guru dan anak didiknya. Saya menduga selain tergiur oleh iming-iming dapat dipastikan adanya unsur takut hingga si anak bersedia melayaninya,” jelasnya.

Ditambahkan pula olehnya,” Bahwa hamil diluar nikah bisa dikatagorikan sebagai perzinahan, dan itu tertuang dalam pasal 284 KUHP, sementara perzinahan dalam hukum islam seringkali kita dengar dengan hukuman dera atau rajam atau pun hukum cambuk, jadi menikahkan seseorang yang dewasa dengan anak di bawah umur bukan merupakan suatu solusi bahkan mungkin akan semakin tertekan jiwanya apalagi kehamilannya merupakan hasil pemaksaan atau bujuk rayu dan iming-iming,” tandasnya.

Ia pun melanjutkan,” Pernikahan yang dilakukan orang dewasa terhadap anak di bawah umur dengan riwayat kehamilan sebagaimana yang dijelaskan diatas bukan semata-mata hanya pertanggungjawaban saja agar terlepas dari tuntutan pidana, akan tetapi harus bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan, hal ini dapat dilihat dan tertuang pada pasal 76 D dan pasal 76E UU perlindungan anak, sangatlah tepat untuk di sangsikan kepada oknum Guru tersebut di atas,” paparnya.

” Bahwa kasus ini sudah menjadi urusan hukum publik bukanya ranahnya perdamaian atau keperdataan, jadi dalam hal ini pula pihak Kepolisian segera memanggil orang-orang terkait, baik kakek korban yang konon menerima uang perdamaian, dan juga para kuasa dari kedua belah pihak untuk dimintai alasan serta tujuannya dari perdamaian yang berujung finansial tersebut, kami Forwagas akan terus memantau perkembangan kasus tersebut diatas, sampai tuntas dan jelas. Kepada para pihak dalam hal ini kepolisian, BKD, KPAI dan juga Dinas Pendidikan harus benar-benar bisa menangani secara profesional, cepat lugas dan bisa di percaya. kalau kah’ penangananya terkesan asal-asalan, kami Forwagas akan berkirim surat kepada Ombusman RI khusus untuk mempertanyakan pengawasan terhadap instansi BKD dan Disdik Kabupaten Garut, sementara untuk KPAI kami pun akan berkirim surat ke KPAI provinsi pun’ begitu dengan penanganan yang dilakukan kepolisian Resort Garut tentunya akan pula berkirim surat ke KAPOLDA Jawa Barat,” pungkasnya.

TIM kabardaerah jabar