Tindakan Hukum Debitur Pailit Yang Merugikan Kreditur Dapat Dibatalkan Melalui Actio Pauliana

Penulis : Joni Sudarso S.H., M.H. (Pimpinan Kantor Hukum JAS And Partners)

HUKUM . JABAR KABARDAERAH.COM — Actio Pauliana adalah hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang Kreditur mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh Debitur terhadap harta kekayaannya yang diketahui oleh Debitur perbuatan tersebut merugikan Kreditur.

Pranata Actio Pauliana dalam hukum perdata dikenal dalam 3 lapangan, yakni dalam perkara perdata umum (common private legal case) – lihat Pasal 1341 KUHPerdata, perkara waris – lihat Pasal 1061 KUHPerdata dan perkara kepailitan – lihat Pasal 41 UU Kepailitan dan PKPU.

Dalam konteks kepailitan, Pasal 41 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum Debitur yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditur, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.

Syarat agar pembatalan dapat dilakukan haruslah dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, Debitur dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditur.

Oleh karena itu jika terdapat perbuatan debitur pailit yang merugikan kepentingan kreditur dapat diajukan gugatan actio pauliana ke pengadilan untuk membatalkan perbuatan hukum dimaksud. Namun dengan catatan syarat mutlak yang harus dapat dibuktikan adalah perbuatan hukum tersebut dilakukan dengan iktikad tidak baik untuk merugikan pihak kreditur.

Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Yurisprudensi Mahkamah Agung melalui Putusan Mahkamah Agung RI No. 017K/N/2007 tertanggal 27 Juli 2007 yang menyatakan bahwa “ Untuk pembatalan jual beli yang dilakukan oleh seorang debitur pailit, harus dapat dibuktikan bahwa jual-beli tersebut dilakukan dengan iktikad tidak baik untuk merugikan pihak kreditur”. (red)