Diduga Oknum Guru P3K di SMPN Wilayah Caringin Garut Cabuli Siswa Anak Didiknya

GARUT . JABAR.KABARDAERAH.COM — Kasus pelecehan seksual dilingkup Pendidikan kembali merebak diwilayah Kabupaten Garut. Diduga seorang oknum guru P3K berinisial “K” melakukan pelecehan seksual terhadap anak didiknya yang masih duduk dibangku kelas VII SMPN 2 Caringin Garut.

Pelecehan seksual yang menimpah sebut saja Bunga, membuat heboh wilayah Kabupaten Garut, sampai saat ini belum ada kejelasan tentang penangananya dan diduga terkesan adanya pembiaran, khusunya dari instansi dimana oknum guru tersebut bernaung yakni Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, maupun dari instansi terkait Badan Kepegawaian Daerah, begitupun dari aparat Penegak Hukum Polres Garut, padahal menurut informasi rekan-rekan Media, hal ini sudah menjadi issue yang meresahkan.

Hal tersebut nampak dari Masyarakat kecamatan Caringin masih-ramai membicarakan kejadian Asusila tersebut, bahkan banyak yang berpandangan bahwa kasus tersebut terkesan di peti eskan, tidak ada penanganan yang serius baik terhadap pelaku maupun korban. Hal ini menjadi pertanyaan publik, ada apa dan mengapa ? Padahal menurut sumber yang menginformasikan kepada awak Media kasus tersebut sangat berpengaruh terhadap dampak sosial masyarakat, karena walaupun bagaimana kasus tersebut merupakan cerminan perilaku bejad terlebih pelakunya seorang pendidik.

Ada juga menurut beberapa informasi yang terhimpun kasus tersebut diatas telah diselesaikan dengan cara kekeluargaan ataupun perdamaian yang mengarah pada finansial, kabar yang sama juga diterima rekan Media kabardaerah.com, bahwa telah adanya kesepakatan dan kesanggupan dari pelaku untuk memberikan uang sebesar Rp.200.000.000.00-, terhadap korban, namun baru Rp.50.000.000.00-, akan tetap hal tersebut belum terkonfirmasi dengan jelas, dikarenakan pelaku tidak bisa dihubungi ataupun ditemui tidak diketahui rimbanya.

Kabar yang kurang mengenakan ter sebar juga bahwa ada dugaan pihak media yang telah menerima suap sebesar Rp. 20.000.000.00-, untuk Dua orang pewarta yang pertama kali memberitakan kejadian tindak asusila tersebut, namun hal tersebut dibantah dengan keras Oleh Asbuy wartawan media Radar Online, Beliau mengatakan dengan tegas,” Saya selaku wartawan yang pertama kali memberitakan, berdua dengan rekan saya sampai saat ini fokus memantau perkembangan kasus tersebut dan setiap kali ada informasi yang berkaitan dengan hal tersebut kami segera mempublikasikannya lewat media dimana kami bernaung, hal ini sebagai bentuk pertanggung jawaban dan fungsi Kami selaku Pewarta. Mengenai adanya pemberian uang sebagaimana rumor yang beredar kami jelas membantah dan akan melaporkan kepada yang berwajib bahwa itu perbuatan yang tidak menyenangkan yang cenderung fitnah,” tegas Asbuy

Dikatakan pula,” Jangankan masalah uang, sebatang rokok pun tidak kami terima, dan tidak akan menerima walaupun bagaimana itu adalah suap yang akan membungkam kebebasan pers, dan kami terus terang tidak tertarik dengan segala bentuk penyuapan. Karena hal itu bertentangan dengan Undang Undang Pers no 40 tahun 1999,” tandasnya.

Prihal tentang kasus tersebut diatas yang mana telah diselesaikan dengan cara musyawarah atau perdamaian Didit M Ibon ketua umum forum wartawan dan Warga garut Selatan (FORWAGAS) berpendapat bahwa,” kasus pelecehan seksual dan pemerkosaan anak dibawah umur tidak dapat diselesaikan dengan cara musyawarah ataupun restorative justice, terlebih korbannya tadi saya katakan masih dibawah umur dan pelakunya orang dewasa yang telah beranak istri. Hal, tersebut sebagaimana tertuang dalam peraturan kejaksaan no. 15 tahun 2020, dimana hanya perkara yang ancaman pidananya dibawah 5 tahun yang bisa diselesaikan dengan perdamaian, itu pun kalau perkaranya sudah P.21 sebagai bahan pelengkap. Sementara kasus pelecehan seksual ancamannya 15 tahun penjara sebagaimana yang diatur dalam undang undang perlindungan anak no. 23 tahun 2002 pasal 81 dan 82 menyebutkan kurungan pidananya 15 tahun penjara, jadi jelas tidak bisa di restorative justice. Begitu didalam KUHP pasal 290 ayat 3. Bahwa praktik-praktik perdamaian sebagaimana yang di sebutkan diatas seringkali didengar dan dilakukan, namun acuannya harus jelas pada suatu peraturan juga, sehingga dapat dipilah mana yang boleh, mana yang tidak, didalam peraturan Kapolri no. 8 tahun 2021 disana tidak ditemukan mengenai restorative justice tindak pidana pelecehan seksual dan pemerkosaan. jadi dengan demikian penanganan perkara dengan mengedepankan restorative justice ada aturannya dan persyaratannya, dalam kata lain tidak semena-mena,” Paparnya.

Di katakan pula,” Bahwa dengan adanya kasus tersebut diatas, diharap semua pihak responsif, jangan di biarkan berlarut-larut dan perlu penanganan yang cepat karena menyangkut hak anak sebagaimana amanat UUD 1945 pasal 28 b ayat(2) yang menyangkut hak anak, dalam hal ini KPAI harus secepatnya memberikan pendampingan terhadap anak atau korban tersebut, begitu pula jajaran kepolisian harus sigap dan tanggap terhadap issue yang berkembang, karena permasalahan tersebut bukan merupakan delik aduan akan tetapi delik biasa,” tegasnya.

” Dinas Pendidikan dan BKD pun harus berperan aktif menangani dan memanggil terduga karena inisial “K ” yang merupakan guru yang berstatus P3K, bukan menunggu laporan dan pengaduan. Karena tayangan berita yang di tulis oleh beberapa media cukup untuk dijadikan bahan atau bukti tertulis yang tersaji,” pungkasnya.
(*** Tim // Kontributor KD Garut)