OPINI  

Mirisnya Dunia Pendidikan Generasi Bangsa

Penulis : Erient Dyant .C.                                 Siswi SMA negeri 2 Cikarang Barat.            Kabid Wartawan Pelajar Media Kabar Daerah Jawa Barat

JABAR.KABARDAERAH.COM . OPINI — Semenjak berpisahnya Kita dengan Pemerintahan Orde Baru, Dunia pendidikan di Tanah Air mengalami perubahan yang teramat drastis. Masuknya perkembangan Dunia virtual tidak dapat terbendung lagi.

Pergeseran maintseat pemikiran telah merubah jalur pendidikan ke era yang lebih modern dan penuh tantangan. Dewasa ini generasi penerus sudah di manjakan oleh Dunia Gadget, dari mulai belajar dari rumah atau biasa disebut dengan istilah Darring, Zoom meeting, Ruang guru dan lain-lain. Konsep tersebut memang bagus, namun ada pula buruknya. Buruknya dimana para remaja sebagai generasi penerus bangsa seakan menjadi insosial, kecanduan internet, dan yang paling parah mereka sudah kecanduan Game Online (Gawai). Karena setiap hari mereka menggunakan Handphone sebagai sarana bantuan belajar terutama dimasa Pandemi ini.

Penelitian dari Kominfo ditahun 2018 tentang banyaknya generasi produktif yang mulai kecanduan Game Online atau Gawai ini dibahas tuntas dalam laporan Kominfo tersebut.

Bahkan menurut Pemerhati dari Komnas Perlindungan Anak bahwa,” Anak kecanduan gawai menjadi tantangan serius. Hanya saja, tidak semua orangtuaku mengetahui bahwa anaknya terindikasi kecanduan gawai,” ujar Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto, Minggu (22/7/2018), di Jakarta. Hal inilah yang kemudian dianggap remeh oleh para orang tua dan Pemerintah pusat. (Sumber ; CNBC)

Sebenarnya ada beberapa negara yang mulai membatasi bahkan sampai menghilangkan permainan Game Online atau Gawai tersebut, seperti : Nepal, China (negara yang memproduksi terbesar permainan Game Online), dan India. Akan tetapi kenapa Indonesia seakan Pemerintahnya tidak dapat membaca fenomena yang cukup meresahkan tersebut.

Pecandu Game Online akan mengalami sakit kejiwaan yang membuat Mereka para pemain tersebut berhalusinasi didalam kehidupannya. Hal ini dapat membuat mereka jauh akan dari pelajaran Akhlak, Adab, Agama, Nasionalisme, bernegara, dan Tidak perduli akan keadaan sekitarnya. Yang berimbas Bangsa ini tidak akan memiliki generasi penerus yang kredibel dan nasionalis, yang membuat Bangsa ini rentan akan patriotismenya, dan dapat mudah di obok-obok oleh Bangsa lain.

Hal ini dicontohkan oleh salah seorang perawat bernama Kristiana, dirinya merawat  seorang  pemuda  berusia  18  tahun  yang terancam drop out karena tidak pernah berangkat kuliah. Sehari-hari, pemuda itu lebih sering bermain game Online, Anak itu dapat menghabiskan 18 jam sehari. Agar bisa tetap terjaga saat main game, pemuda itu mengonsumsi sabu dan metamfetamin. Dari riwayatnya, pemuda itu sudah keranjingan game online atau gawai sejak usia 6 tahun, dan bertambah lagi kecanduan di usia 17 tahun, dan sangat kecanduan di usia 18 tahun. Bahkan ada dari pasiennya sampai membunuh kedua orang tuanya gara-gara dilarang main game online tersebut. (Sumber ; Kominfo 2018).

Selain Game Online pun saat ini yang terberat dalam Dunia Pendidikan adalah dimana Dunia pendidikan jadi ajang bisnis yang dilakukan oleh oknum-oknum pendidik, terutama saat kelulusan sekolah dan tahun ajaran masuk sekolah.

Dalam Undang-undang dasar sudah dijelaskan, pada Pasal 31 UUD 1945 mengamanatkan bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tetapi pendidikan dasar merupakan kewajiban yang harus diikuti oleh setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayai kegiatan tersebut.

Undang-undang seakan-akan hanya sebagai hiasan Dinding saja, sudah bukan rahasia umum lagi bila Sarana Pendidikan Negeri rasanya seperti swasta. Dimana keperluan pendidikan seperti Uang pembangunan (Dengan dalih Sumbangan), Baju seragam (Dengan dalih Koperasi Sekolah), Buku Paket (Dengan dalih Kurangnya Dana Bos), dan masih banyak lagi. Padahal Sekolah negeri tersebut sudah di subsidi pemerintah dengan dari berbagai anggaran seperti dari Dana BOS, DAK, Kementrian, dan Kedinasan.

Hal inilah yang membuat akhirnya, meningkatnya anak-anak putus sekolah di Tanah Air Republik Indonesia ini. Menurut analisa dan data yang di kumpulkan KPAI di Bulan Maret 2021, suatu angka kenaikan yang signifikan mencapai 30 persen dari tahun sebelumnya (Sumber; Berita Satu) , dengan dalih yang paling banyak tidak ada biaya lagi. Lalu kemana penyelenggara dalam hal ini Kementrian Dinas Pendidikan yang bertanggung Jawab penuh dalam roda Dunia Pendidikan.

Penulis berharap adanya keajaiban kebijakan yang dapat merubah paradigma yang berkembang negatif didalam Dunia pendidikan ditanah Air Indonesia ini. Harapan ini bukan hanya harapan penulis, tapi juga harapan para pejuang bangsa yang sudah mengorbankan nyawanya untuk Kemerdekaan Bangsa Indonesia yang kita cintai ini. (Erint/Red)