OPINI  

Ketua Umum KHMI Tanggapi Polemik Kata ” Maneh ” Antara Guru Honorer Asal Cirebon Dan Gubernur Jawa Barat.

BEKASI . JABAR.KABARDAERAH.COM — Jagat media sosial dan pemberitaan akhir-akhir ini heboh dengan polemik Kata ” Maneh ” yang dilayangkan oleh seorang Guru Honorer di Sekolah Swasta (S) kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di akun Twitter resmi Ridwan Kamil, yang diduga akhirnya berimbas kepada pemecatan sang Guru Honorer (S) tersebut dari Sekolah tempatnya mengajar.

Ketua Konsultasi Hukum Masyarakat Indonesia (KHMI) Yudiyantho P. Suteja memberikan opininya kepada Media Kabar Daerah regional Jawa Barat di meja redaksinya.

” Saya rasa reaksi dari Bapak Gubernur Jawa Barat RK itu tidak salah dengan menegurnya terkait etika berbicara di Media Sosial (Medsos), Saya juga orang Sunda dan paham betul arti kata ” Maneh “. Dalam literasi orang Sunda ungkapan kata ” Maneh ” bagi orang yang belum kita kenal adalah sesuatu yang amat kasar dan memang tidak memiliki etik berbahasa, ” Maneh ” itu sama saja, mungkin kalau bahasa Jakarta asli atau Betawi itu artinya ” Elu “. Kalau kita itu mengungkapkan kepada orang yang sudah kita kenal dekat dan baik itu hal yang biasa, ya macam candaan. Seperti halnya Kang Dedi Mulyadi saat tampil dengan pelawak Sunda Ohang di panggung,” tuturnya.

” Ini kemudian yang menjadi opini liar ditengah pemberitaan setelah RK menghubungi Sekolah tempat Guru tersebut mengajar, yang berujung pada pemecatan Guru S tersebut oleh pemilik yayasan Sekolah swasta itu. Menurut RK saat beredarnya rumor terkait hal Polemik kata ” Maneh ” mencuat, Ia menghubungi pihak sekolah tersebut hanya ingin pihak yayasan Sekolah tersebut untuk memperingatkan Guru S tersebut, bahwa tidak pantas seorang Guru yang menjadi contoh Digugu dan Ditiru generasi penerus Bangsa berkata itu kepada orang yang lebih tua terutama di Media Sosial yang dibaca oleh jutaan pasang mata, karena itu bisa menjadi suatu senjata boomerang dalam gencar-gencarnya Dunia pendidikan melakukan edukasi bahasa sopan santun kedepannya, Ia pun menyangkal adanya Intimidasi atau pun melakukan tekanan kekuasaan pada pihak Sekolah untuk memecat Guru S tersebut,” ungkapnya.

Lebih lanjut Ia pun membeberkan,” Secara etika seharusnya bila kita ingin mengeritik seseorang, siapa pun Dia, apa pun Ia, maka gunakan bahasa yang baik, benar, dan tepat, agar tidak menjadi buah simalakama dibelakang harinya. Apalagi saat ini apapun bisa digoreng pada tahun-tahun politik ini, terutama untuk pejabat publik. Jadi baiknya berbahasa lah dengan bijak tanpa harus merugikan siapa pun, sebab tutur bahasa adalah cerminan sifat dari orang tersebut,” Pungkasnya. (red)