OPINI  

Miris… Di Era Modern Ini Peran Ibu yang Terabaikan

JABAR.KABARDAERAH.COM . OPINI – Hari ibu di Indonesia selalu diperingati setiap tanggal 22 Desember secara rutin setiap tahun.

Menjadi seorang ibu banyak didambakan oleh kaum perempuan, bagaimana tidak, Allah pun memberikan predikat yang luar biasa untuk seorang ibu “surga di telapak kaki ibu”. Kalimat ini sudah tidak asing lagi di telinga kita, ketika Allah memberikan predikat yang mulia ini sejatinya seorang ibu harus bisa mendidik anak-anaknya untuk mempunyai kepribadian yang mengantarkannya ke surga, bisa dibilang si anak harus mempunyai pola fikir dan pola sikap (berakhlak) yang islami, dengan perbuatan yang islami ini maka akan menjadikan anak itu menjadi anak yang shalih dah shalihah.

Namun saat ini alih-alih menjadikan anaknya menjadi anak yang shalih dan shalihah, harapan hidupnya pun ada yang harus berakhir di tangan ibu kandungnya sendiri.

Sebagaimana yang terjadi baru-baru ini diberitakan ada seorang ibu muda yang tertekan tega membunuh ketiga anak kandungnya yang masih balita dengan menggunakan parang. (iNewsSumut.id)

Peristiwa yang serupa sebelumnya juga terjadi pembunuhan anak oleh ibu kandungnya yang dianiaya sampai tewas gara-gara si anak tak mengerti saat belajar melalui daring. (KOMPAS.com)

Fakta menunjukan kebanyakan ibu yang tega membunuh anak kandungnya dikarenakan stres tidak kuat menjalani kehidupan di tengah himpitan ekonomi yang serba sulit, akhirnya melampiaskan kemarahannya kepada anak.

Seorang ibu banyak yang beralih fungsi menjadi kepala keluarga untuk mencari nafkah, jadi pemgemudi ojek online, jadi TKW bahkan ada yang rela menjadi PSK demi menyambung hidupnya.

Karena kondisi sistem demokrasi kita saat ini mengharuskan perempuan untuk bisa bekerja di luar rumah sehingga tugas utamanya sebagai ibu tidak bisa dijalankan sepenuhnya karena waktunya terbagi sebagian untuk mencari nafkah, bahkan ada yang sampai rela meninggalkan sepenuhnya kewajiban untuk mendidik anak dan mengurus rumah tangganya.

Nasib Ibu dan anak dalam sistem demokrasi kapitalis sangat mengenaskan, dia tidak memiliki kesempatan untuk menikmati perannya dengan baik. Mereka menjalaninya dengan berat dengan penuh keterpaksaan. Jadilah fungsi istri dan ibu sebagai beban yang menyesakkan, dianggap merampas kebebasan dan ekspresi pribadi dan jauh dari kenyamanan yang membahagiakan.

Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Kata-kata hikmah ini sudah lama kita dengar. Bukan hanya “madrasah pertama” atau “sekolah pertama”. Ibu sejatinya adalah “madrasah utama” atau “sekolah utama” bagi kita putrinya.

Dari sini bisa dipahami bahwa tugas utama untuk seorang ibu adalah menjadi sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya, disamping itu pula kewajiban ibu adalah sebagai pengatur urusan rumah tangga.

Kalau seorang ibu hanya fokus mendidik anak-anaknya dan mengatur urusan rumah tangga, pasti tidak akan banyak ibu yang stres sampai menghilangkan nyawa anak kandungnya sendiri.

Dua kisah pilu di atas bukan yang pertama dan mungkin bukan yang terakhir bila sistem rusak kapitalime demokrasi tidak segera runtuh lalu digantikan dengan tegaknya sistem shahih warisan Rasulullah saw, yakni sistem Khilafah.

Kisah pilu ini semestinya melecut kesadaran seluruh kaum ibu agar senantiasa menyandarkan semua ujian hidup kepada Sang Pemilik Kehidupan _” Iyyaka na’budu waiyyaka nasta’iin”_.

Dan sesungguhnya anak adalah karunia terbaik yang dipercayakan kepada setiap wanita yang bernama ibu tanpa memandang status sosial, strata pendidikan maupun tingkat ekonomi.

Anak adalah amanah yang akan mengantarkan pada kemuliaan kedua orangtuanya. Anak bukanlah beban yang memberatkan kehidupan para orangtua yang beriman.

_”Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu adalah cobaan (bagimu, dan di sisi Allah lah pahala yang besar”._ *(QS. at Taghabun: 15)*

Wallahu a’lam.

(red)